Google
 

Selasa, 18 Januari 2005

Pesona Sanur Sepanjang Masa

Pesona Sanur Sepanjang Masa

Ketenaran Pantai Sanur memang tak pernah bisa disejajarkan dengan objek wisata lain di Bali. Bagaimana tidak, Sanur telah dikenal dunia jauh sebelum nama Pantai Kuta dan Nusa Dua disebut-sebut turis mancanegara. Sanur bahkan telah diincar masyarakat internasional sejak jaman penjajahan.

KALAU kita buka kembali catatan sejarah kita, Sanur telah dijadikan tempat pertama berlabuhnya kapal VOC dan Jepang di Bali. Tak jelas siapa yang pertama kali mempopulerkan Sanur. Yang jelas, Sanur telah dipilih sebagai tempat tinggal banyak sekali warga asing di Bali.
Tak kurang puluhan seniman dan pengarang sekelas Le Mayeur, memilih Sanur untuk mengembangkan bakatnya. Tulisan-tulisan tentang pariwisata Bali, juga pertama kali dibuat dalam cerita wisata Sanur. Tanpa disengaja, hal itu justru membuat Sanur makin dikenal dunia. Artinya, Sanur dikenal justru dari karya-karya seniman asing tentang objek tersebut.
Ada banyak hal yang membuat Sanur tak pernah bisa dilepaskan dari kepariwisataan Bali. Pasalnya, awal perkembangan pariwisata Bali dimulai dari Sanur. Jauh sebelum sarana fisik di objek itu dibangun, para turis telah berdatangan secara individual ke Sanur.
Ketertarikan masyarakat dunia atas Sanur, tak lepas dari kemolekan alam pantai tersebut. Mulai dari bentangan pasir putih, pesona matahari terbit, hingga pada keindahan pemandangan dari bibir pantai. Melalui Sanur, turis bisa memandang jauh ke arah Pulau Serangan, Nusa Penida, atau bahkan Gunung Agung.
Menurut IB Kompyang, pesona alam Sanur tak pernah bisa dibandingkan dengan objek sejenis lain di Bali. Bagi para turis, memandang sun rise di Sanur sangat menakjubkan. Tak ada yang bisa mengalahkan. Kehadiran Hotel Bali Beach (sekarang Inna Grand Bali Beach), merupakan salah satu saksi sejarah kepariwisataan Sanur. Sejak pembangunan hotel tersebut pada tahun 1960-an, ketenaran pariwisata Sanur langsung melesat.


Paska Penataan
Berkunjung ke Bali, tanpa singgah di Sanur, mungkin akan terasa kurang lengkap bagi para wisatawan domestik (wisdom). Bukan saja karena ombak pantainya yang kecil, sehingga aman bagi mereka yang membawa serta anak-anak, namun juga karena keindahakan Sanur yang kian mempesona.
Proyek penataan pantai di Sanur oleh Pemkot Denpasar tenyata tak sia-sia. Penataan pantai yang menelan biaya hingga miliaran rupiah itu kini mulai menampakkan hasil. Betapa tidak, Pantai Sanur dan juga bentangan pantai lain di sekitarnya kini makin diminati wisatawan.

Ombak pantainya yang kecil, membuat wisatawan tak merasa takut lagi ketika harus berendam dan menikmati hangatnya air laut Sanur. Juga ketika mereka ingin menjajal atraksi kano yang banyak disewakan di pantai ini.
Wisatawan domestik yang memang dikenal tak suka tantangan dalam berwisata tentu saja akan memlilih lokasi wisata yang dianggap paling aman. Sanur, tentu berbeda dengan kawasan Pantai Kuta yang berombak besar dan cocok untuk mereka penyuka tantangan terutama yang hobi bermain surfing.

Saat libur Lebaran pekan lalu, Sanur menjadi lokasi wisata favorit para wisdom. Pesona Sanur yang begitu lekat dengan para wisatawan, membuat objek wisata kebanggaan Denpasar ini tak pernah ditinggalkan. Bahkan, saat Kuta dan Jimbaran diguncang bom beberapa waktu lalu, Sanur tetap menjadi favorit wisatawan domestic dan juga wisatawan asing.


Berpesiar Lewat Sanur
Ketenaran Pantai Sanur seakan tak pernah pudar. Meski kini pariwisata Bali tak lagi identik dengan Sanur, namun hamparan pantai dan keunikan budayanya masih sangat lekat di hati masyarakat dunia.

Bali Village Marine. Nama itu memang belum akrab di telinga kita. Namun dalam beberapa tahun mendatang, nama itu dipastikan akan sangat akrab dengan Bali. Tak hanya bagi masyarakat lokal, tetapi juga masyarakat internasional. Bagaimana tidak, Pantai Mertasari Sanur yang biasa menjadi tempat wisata masyarakat lokal, turis domestik, hingga mancanegara, akan segera disulap menjadi sebuah pelabuhan kapal pesiar bernama Bali Village Marine.

Rencana pembangunan pelabuhan kapal pesiar, merupakan ide yang pertama kali dilontarkan tokoh masyarakat Sanur yang juga pakar lingkungan, Made Mangku. Tak sebatas ide, ia pun mencoba merealisasikannya melalui penyusunan draft perencanaan yang matang. Hasilnya, beberapa investor telah menyatakan sepakat untuk bergabung.

Beberapa investor dari Inggris dan Australia dikatakan telah siap dengan dananya. Konsorsium Bali Village, demikian para investor yang terdiri dari pemilik pelabuhan di kawasan Eropa dan Australia tersebut rencananya akan menyebut diri mereka.

Selain telah siap dengan investor, konsep rencana pembangunan pelabuhan itu juga telah dipersiapkannya. Meski demikian, hingga saat ini belum ada langkah teknis untuk itu, belum ada pengurusan izin atau sejenisnya. Sosialisasi kepada masyarakat setempat rencananya akan didahulukan, sebelum pembangunan fisik proyek itu benar-benar dilakukan.

Proses sosialisasi akan dilakukan setelah proses Pemilu berakhir. Sosialisasi tersebut dinilai sangat penting sebelum proyek dijalankan. Pasalnya, pembangunan pelabuhan kapal pesiar bukanlah proyek kecil yang bisa dilakukan tanpa persetujuan masyarakat sekitar.

Rencananya, pelabuhan itu akan mulai dibangun tahun 2005 mendatang. Dengan asumsi waktu pembangunan memakan waktu 2 tahun, maka diharapkan pelabuhan itu telah beroperasi sepenuhnya pada 2007. Pembangunan kapal pesiar itu, menurut Mangku, diharapkan mampu meningkatkan jumlah kunjungan turis asing. Tak hanya ke Sanur, tetapi juga ke wilayah Bali pada umumnya. Dengan pemberian nama Bali Village Marine, diharapkan mampu membuat pelabuhn itu tidak hanya milik Sanur, tetapi juga milik Bali secara keseluruhan.

Tak jauh berbeda dengan pemikiran Mangku, tokoh pariwisata Sanur IB Kompyang ternyata menyambut baik rencana tersebut. Pria yang telah sangat berpengalaman memanajemeni kedatangan turis lewat kapal pesiar sejak tahun 60-an lalu itu, mengaku sangat menghargai upaya setiap putra Bali yang ingin memajukan kepariwisataan Bali.
Pembangunan kapal pesiar yang representatif, dipastikan akan memberi peluang bagi Bali untuk mendapatkan lebih banyak turis. Pasalnya, pasar wisata pesiar sangat jauh berbeda dengan pasar wisata biasa. Dijelaskan, wisata pesiar lebih banyak diminati kalangan lanjut usia (lansia).

Dijelaskan Kompyang, pada saat dirinya menjabat sebagai Direktur Nitour (perusahaan pengelola turis pertama), kapal-kapal pesiar sudah mulai menyinggahi Bali sejak masa penjajahan Belanda. Ukuran kapal yang singgah saat itu juga sudah cukup besar, yakni berpenumpang sekitar 1.000 hingga 1.500 orang. Namun jumlah kapal pesiar yang beroperasi di dunia saat itu belum banyak. Akibatnya, jumlah kapal yang menyinggahi Bali juga bisa dihitung jari.

Di tahun 60-an misalnya, kapal pesiar yang singgah di Pelabuhan Padangbai rata-rata hanya satu kapal per tahunnya. Kapal-kapal itu berasal dari Eropa, yang telah menyinggahi Amerika dan Australia terlebuh dahulu.

Namun kondisinya kini jauh berbeda. Menurut Kompyang, jumlah kapal pesiar yang beroperasi di dunia kini telah mencapai ratusan. Bahkan kapal pesiar telah dimiliki hampir semua negara. Karenanya, pembangunan pelabuhan kapal pesiar diharapkan memberi peluang baru bagi Bali untuk menggarap segmentasi pasar yang berbeda dari biasa. [Komang Erviani / pernah dimuat di Harian WARTA BALI]