Google
 

Senin, 28 Januari 2008

Daftar UNCAC, Ditarik Ongkos

Okezone - Senin, 28 Januari 2008 - 01:05 wib

NUSA DUA - Persiapan Konvensi PBB untuk Anti Korupsi (United Nation Convention Against Corruption/UNCAC) mendapat protes wartawan. Pasalnya, proses akreditasi pers di ajang internasional itu beraroma diskriminatif dan dan dimintai ongkos.

Insiden itu berawal saat panitia sempat menolak memberi akreditasi kepada sejumlah wartawan yang tidak membawa surat penugasan khusus. Namun di saat bersamaan, panitia mengabulkan akreditasi pers meski tanpa surat tugas khusus.

Salah seorang panitia, Adilla Arief, beralasan bahwa surat penugasan dari media sangat penting sebagai persyaratan standar dari PBB. "Kalau syaratnya seperti itu, kenapa ada yang mendapat identity card meski tanpa surat khusus," ptotes salah seorang wartawan.

Beruntung, sebagian besar wartawan akhirnya berhasil mendapatkan akreditasi setelah panitia dihubungi kantor pusat media masing-masing.

Proses akreditasi di ajang UNCAC kemarin juga agak berbeda dibandingkan ajang-ajang internasional lainnya. Pasalnya, peserta wajib memfotocopy sendiri identitas di tempat photocopy center yang tersedia di arena eksibisi UNCAC.

Parahnya lagi, wartawan juga ditarik biaya fotokopi sebesar Rp1.000. "Uang sih tak seberapa. Tapi apakah PBB tidak menganggarkan dana sehingga harus menarik biaya," ujar wartawan lainnya jengkel.

Meski dongkol, para wartawan hanya bisa menuruti aturan itu. Mereka hanya mempertanyakan profesionalitas dalam mengurusi gawe besar seperti UNCAC.
(Ni Komang Erviani/Sindo/kem)

Rabu, 16 Januari 2008

Sulit, Bangun RSH di Bali

Pembangunan Rumah Sederhana Sehat (RSH), rumah bersubsidi bagi masyarakat tidak mampu, sulit diwujudkan di Bali. Harga tanah yang melambung membuat banyak pengembang enggan membangun rumah seharga Rp. 49 juta tersebut. Minimnya dukungan pemerintah daerah menjadi penghambat.

Menurut Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APPERSI) Bali, I Ketut Sugita, jumlah RSH yang berhasil dibangun di Bali selama 2007 hanya mencapai sekitar 300 unit. RSH tersebut tersebar di wilayah kabupaten Tabanan, Negara, dan Buleleng.Rata-rata luasnya sekitar 60 – 80 meter persegi.

Sugita menjelaskan, pembangunan RSH di Bali bukan hal mudah. Pasalnya, sebagian besar perusahaan pengembang di Bali enggan membangun rumah mungil dengan harga hanya Rp. 49 juta. Harga tanah yang cukup mahal diakui menjadi salah satu kendala dari para pengembang.

Selain itu, Sugita menilai minimnya dukungan pemerintah daerah menjadi kendala lain yang cukup mendasar. Upaya pemerintah daerah untuk menyediakan rumah murah bagi masyarakat di daerahnya, dinilai masih minim. Hal itu terbukti dari sulitnya mencari tanah untuk lokasi pembangunan RSH, serta urusan birokrasi perizinan yang masih dibuat berbelit-belit.

Dijelaskan Sugita, RSH merupakan program rumah bersubsidi yang konsepnya harus dikoordinasikan bersama antara pengembang, pemerintah daerah, dan perbankan. Pasalnya, RSH dibangun di atas tanah negara yang tak terpakai untuk kemudian dijual kepada masyarakat umum yang tidak memiliki rumah. Subsidi seharusnya diberikan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur. Selain itu, pembeli RSH juga berhak atas subsidi bunga bank. Dalam prosesnya, pembeli RSH hanya wajib membayar bunga bank selama dua tahun pertama. Selanjutnya di tahun ketiga, wajib membayar sebagian pokok dan bunga bank senilai 11 persen saja.

Namun dalam praktiknya, dukungan pemerintah dirasakan Sugita sangat minim. Dukungan pemerintah daerah dinilai sangat minim. Pihak bank pemerintah pun tak banyak merespon program tersebut, kecuali Bank Tabungan Negara. “Padahal seharusnya semua bank pemerintah melakukan program ini,” keluh Sugita.

Meski demikian, upaya membangun RSH menurutnya masih bisa diwujudkan bila ada keinginan kuat dari semua pihak. ”Kalau kita tidak peduli, siapa yang akan menyediakan rumah untuk masyarakat kecil. Burung aja punya rumah, masak kita manusia nggak punya,” tegasnya.

Ketua Real Estate Indonesia (REI) Bali, Putu Agus Suradnyana, mengakui sulitnya membangun RSH di Bali. Apalagi untuk wilayah Denpasar Badung yang harga tanahnya kini sudah melambung hingga rata-rata ratusan juta rupiah per are. “Program RSH mungkin cuma bisa di Kabupaten Jembrana dan Buleleng,” ujarnya.

Harga Rp. 49 juta per unit RSH dinilai Agus sudah sangat tidak visible dengan harga tanah di wilayah Bali. Dengan harga tersebut, Agus menilai RSH hanya bisa dibangun di tanah seharga Rp. 4 – 6 juta per are. “Susah sekali cari tanah harga segitu sekarang ini. Rata-rata di luar Denpasar sudah Rp. 10 – 15 juta per are,” keluhnya.

Dikatakan, REI mengusulkan agar plafon sebesar Rp. 49 juta dinaikkan menjadi Rp. 72 juta. Nilai tersebut dinilai lebih logis untuk kondisi Bali. “Kalau tidak dinaikkan jadi Rp. 72 juta, saya pesimis RSH bisa dibangun di Bali,” ujar Anggota DPRD bali itu. [ni komang erviani]

Ratusan Guide Liar Ajukan Lisensi

DENPASAR (SINDO) – Keberadaan guide (pemandu wisata,red) tak berlisensi alias liar dalam kepariwisataan Bali, kini mulai ditata. Ratusan orang guide liar dipastikan bakal mengikuti uji lisensi pada Maret mendatang.

Uji lesensi yang digelar atas kerjasama Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali dan Dinas Pariwisata Bali itu merupakan salah satu upaya menata guide-guide liar yang banyak berpraktik di Bali. Sejak dibuka pada 29 Desember 2007 lalu, pendaftaran uji lisensi langsung diserbu peminat. Sedikitnya, 571 orang guide telah mendaftar untuk uji sertifikasi lisensi tersebut. Sebagian besar diantaranya diduga merupakan guide liar yang sudah berpraktik ilegal di Bali selama bertahun-tahun.

Menurut Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali, I Made Sukadana, banyaknya guide liar diperkirakan karena uji lisensi sudah tidak pernah dilakukan sejak tahun 2003 lalu. Dari 571 pendaftar, diperkirakan 300 orang diantaranya merupakan guide liar yang sudah bertahun-tahun berpraktik melayani wisatawan secara illegal. “Jadi kemungkinan besar diantara pendaftar-pendaftar itu, sudah jadi guide sejak bertahun-tahun. Mungkin dulunya dia guide liar yang sekarang ingin cari lisensi,” ujar Sukadana di Denpasar kemarin.

Sukadana menyebut, keberadaan guide liar yang banyak berpraktik di Bali sudah sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, kebanyakan guide liar tidak memiliki pemahaman benar tentang budaya Bali. “Ini merusak citra Bali,” demikian Sukadana.

Dalam proses uji lisensi, guide calon pemegang lisesnsi diwajibkan mengikuti kursus budaya Bali selama satu setengah bulan. Kursus itu diharapkan memberi pemahaman kepada para guide tentang budaya Bali dan segala filosofinya.

Sekitar 260 orang yang mendaftar hingga kemarin, bermaksud mencari lisensi guide berbahasa Korea dan Mandarin. Sementara sisanya mencari lisensi guide berbahasa Jepang, Inggris, Rusia, Jerman, dan Belanda. Hingga akhir masa pendaftaran pada 20 Januari mendatang, Sukadana optimis akan ada 700 orang pendaftar.

Sukadana berharap dengan uji lisensi tersebut, ada tambahan tenaga guide untuk menghadapi booming kembali pariwisata Bali. Beberapa guide yang diutamakan yakni berbahasa Rusia, dan Arab. Kedua pasar tersebut diakui mengalami peningkatan lumayan tinggi sejak beberapa tahun terakhir. Pihaknya bahkan mengaku akan mencari 40 orang guide berbahasa Rusia. “Yang sulit cari guide berbahasa arab. Padahal potensi wisata Timur Tengah sangat besar sekali,” tambahnya.

Berdasarkan catatan HPI Bali, saat ini terdapat terdapat 4.786 guide aktif pemegang lisensi. Terdiri dari guide berbahasa Inggris, Jepang, Mandarin, Korea, Perancis, dan Italia.

Pebisnis travel agent yang khusus menangani pasar Rusia, Iwan Taruna, menyambut positif upaya mencari bibit-bibit baru guide Rusia. Pasalnya, selama ini pasar Rusia terus mengalami peningkatan, sementara tenaga guide yang ada sangat terbatas. Berdasarkan data Dinas Pariwisata Bali, jumlah kunjungan wisatawan Rusia ke Bali pada pada 2007 mencapai 31.267 orang, naik dari tahun sebelumnya yang hanya 23.649 orang. [ni komang erviani]

Ratusan Guide Liar Ajukan Lisensi

DENPASAR (SINDO) – Keberadaan guide (pemandu wisata,red) tak berlisensi alias liar dalam kepariwisataan Bali, kini mulai ditata. Ratusan orang guide liar dipastikan bakal mengikuti uji lisensi pada Maret mendatang.

Uji lesensi yang digelar atas kerjasama Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali dan Dinas Pariwisata Bali itu merupakan salah satu upaya menata guide-guide liar yang banyak berpraktik di Bali. Sejak dibuka pada 29 Desember 2007 lalu, pendaftaran uji lisensi langsung diserbu peminat. Sedikitnya, 571 orang guide telah mendaftar untuk uji sertifikasi lisensi tersebut. Sebagian besar diantaranya diduga merupakan guide liar yang sudah berpraktik ilegal di Bali selama bertahun-tahun.

Menurut Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali, I Made Sukadana, banyaknya guide liar diperkirakan karena uji lisensi sudah tidak pernah dilakukan sejak tahun 2003 lalu. Dari 571 pendaftar, diperkirakan 300 orang diantaranya merupakan guide liar yang sudah bertahun-tahun berpraktik melayani wisatawan secara illegal. “Jadi kemungkinan besar diantara pendaftar-pendaftar itu, sudah jadi guide sejak bertahun-tahun. Mungkin dulunya dia guide liar yang sekarang ingin cari lisensi,” ujar Sukadana di Denpasar kemarin.

Sukadana menyebut, keberadaan guide liar yang banyak berpraktik di Bali sudah sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, kebanyakan guide liar tidak memiliki pemahaman benar tentang budaya Bali. “Ini merusak citra Bali,” demikian Sukadana.

Dalam proses uji lisensi, guide calon pemegang lisesnsi diwajibkan mengikuti kursus budaya Bali selama satu setengah bulan. Kursus itu diharapkan memberi pemahaman kepada para guide tentang budaya Bali dan segala filosofinya.

Sekitar 260 orang yang mendaftar hingga kemarin, bermaksud mencari lisensi guide berbahasa Korea dan Mandarin. Sementara sisanya mencari lisensi guide berbahasa Jepang, Inggris, Rusia, Jerman, dan Belanda. Hingga akhir masa pendaftaran pada 20 Januari mendatang, Sukadana optimis akan ada 700 orang pendaftar.

Sukadana berharap dengan uji lisensi tersebut, ada tambahan tenaga guide untuk menghadapi booming kembali pariwisata Bali. Beberapa guide yang diutamakan yakni berbahasa Rusia, dan Arab. Kedua pasar tersebut diakui mengalami peningkatan lumayan tinggi sejak beberapa tahun terakhir. Pihaknya bahkan mengaku akan mencari 40 orang guide berbahasa Rusia. “Yang sulit cari guide berbahasa arab. Padahal potensi wisata Timur Tengah sangat besar sekali,” tambahnya.

Berdasarkan catatan HPI Bali, saat ini terdapat terdapat 4.786 guide aktif pemegang lisensi. Terdiri dari guide berbahasa Inggris, Jepang, Mandarin, Korea, Perancis, dan Italia.

Pebisnis travel agent yang khusus menangani pasar Rusia, Iwan Taruna, menyambut positif upaya mencari bibit-bibit baru guide Rusia. Pasalnya, selama ini pasar Rusia terus mengalami peningkatan, sementara tenaga guide yang ada sangat terbatas. Berdasarkan data Dinas Pariwisata Bali, jumlah kunjungan wisatawan Rusia ke Bali pada pada 2007 mencapai 31.267 orang, naik dari tahun sebelumnya yang hanya 23.649 orang. [ni komang erviani]

Selasa, 15 Januari 2008

Jelang Galungan, Stok Janur dan Pisang Aman

DENPASAR (SINDO) – Menjelang hari raya Galungan dan Kuningan pada 23 Januari dan 2 Februari mendatang, stok janur dan pisang di Bali dipastikan aman. Sekitar 1.088 ton pisang akan didatangkan dari Jawa setiap harinya.

Janur dan pisang merupakan dua kebutuhan utama yang paling dicari umat Hindu di Bali pada setiap perayaan keagamaan. Pasalnya, janur dan pisang termasuk unsur wajib yang harus ada dalam setiap upacara keagamaan. Peningkatan permintaan atas janur dan pisang biasanya mengalami lonjakan luar biasa ketika hari raya tiba.

Namun pada Galungan dan Kuningan mendatang, persediaan janur dan pisang dipastikan bakal mencukupi seluruh permintaan masyarakat Bali. Kepala Sub Dinas Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bali, Bagus Ketut Wijaya, menegaskan hal itu di Denpasar kemarin.

Menurut Wijaya, timnya sudah melakukan pemantauan langsung ke pasar-pasar tradisional di Denpasar. Dari pantauan tersebut, diketahui bakal ada kiriman sebanyak 1.088 ton pisang dari Jawa Timur setiap hari sejak H-7 Galungan. Jumlah tersebut empat kali lipat lebih banyak dibandingkan hari biasa.

Kiriman sebanyak itu akan didatangkan oleh 34 pemilik kios penjualan pisang di Pasar Anyar Ubung, pasar induk yang selama ini dikenal sebagai pusat penjualan janur dan pisang asal Jawa. Rupanya, para pedagang pisang dan janur sudah mengantisipasi meningkatnya permintaan menjelang Galungan dan Kuningan. Pasalnya, pada hari biasa masing-masing kios hanya mendatangkan satu truk pisang ke Bali setiap harinya, atau setara dengan 8 ton pisang. Menjelang Galungan, masing-masing kios meningkatkan pasokan menjadi 4 truk pisang per hari, atau setara dengan 32 ton per hari. “Jadi kalau dihitung keseluruhan, ada 1.088 ton pisang yang didatangkan ke Bali setiap hari,” terang Wijaya.

Hal yang sama juga terjadi pada janur. Menurut Wijaya, kiriman janur ke Bali dari sentra-sentra penghasil janur akan ditingkatkan. Selama ini, banyaknya kebutuhan janur di Bali memaksa pedagang mendatangkan janur dari sejumlah daerah di luar Bali, seperti dari Jawa Timur, Lampung, bahkan Sulawesi.

Wijaya optimis langkah pedagang mendatangkan lebih banyak pisang dan janur ke Bali, akan sangat membantu memenuhi kebutuhan masyarakat. “Saya yakin, persediaan janur dan pisang cukup melimpah. Apalagi ka nada pasokan janur dan pisang dari Bali sendiri,” tegasnya.

Sementara itu, harga Janur dan pisang di pasar-pasar tradisional di Bali sudah mengalami peningkatan. Menurut salah seorang pedagang pisang di Pasar Badung, Ni Nyoman Mendri, harga pisang ambon sudah mengalami kenaikan dari rata-rata Rp. 4.000 per kg menjadi Rp. 5.500 per kg. Pisang raja juga mengalami kenaikan dari Rp. 6.000 per kg menjadi Rp. 7.500 per kg. Mendri memperkirakan harga pisang akan terus melambung hingga hari raya Galungan dan Kuningan berakhir.

Kanaikan juga sudah terjadi pada harga Janur. Salah seorang pedagang Janur di Pasar Badung, Ni Wayan Ayu, mengakui ada kenaikan harga janur dari rata-rata 3.000 per ikat ukuran kecil menjadi Rp. 4.000.

Terkait kenaikan harga tersebut, Wijaya mengaku pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa. Pasalnya, harga janur dan pisang sangat ditentukan mekanisme pasar. “Kami dari Disperindag hanya akan memastikan bahwa persediaan mencukupi. Soal harga, kami nggak bisa berbuat apa-apa. Toh, saya piker wajar kalau para pedagang mencoba cari untung lebih di saat-saat seperti ini,” tandasnya. [ni komang erviani]

Industri Tahu Tempe Terancam Bangkrut

DENPASAR (SINDO) – Kenaikan tajam harga kedelai, membuat sekitar 83 unit industri tahu dan 109 unit industri tempe di Bali terancam bangkrut. Memperkecil ukuran produk jadi strategi andalan untuk tetap eksis meraih pasar.

Harga kedelai yang melambung, hingga kemarin belum beranjak turun. Menurut salah seorang pedagang kedelai kering di Pasar Badung, Agung Dewantara, harga kedelai kering impor masih seharga Rp. 8.000 per kg. Padahal dulu, harga kedelai impor rata-rata hanya Rp. 4.000 per kg. Menurut Agung, kenaikan terjadi sejak sekitar dua bulan lalu. Sementara Agung tidak menyediakan kedelai lokal karena minim peminat.“Sejak dua bulan, harganya nggak turun-turun. Saya juga nggak tahu persis kenapa,” ujarnya.

Tingginya harga kedelai, membuat industri pembuatan tempe dan tahu terpuruk. Iwan, salah satu pembuat tahu di Denpasar, mengaku sangat dipusingkan oleh kenaikan harga kedelai. “Lha wong dulu cuma Rp. 4.000, sekarang Rp. 8.000 per kg. Siapa yang nggak pusing,” keluhnya.

Akibat kenaikan harga kedelai, Iwan terpaksa menaikkan harga eceran tahu buatannya dari Rp. 1.500 per bungkus menjadi Rp. 2.000 per bungkus. Tak cukup dengan menaikkkan harga. Ia juga memperkecil ukuran tahu buatannya menjadi hanya dua per tiga dari ukuran biasa. Jumlah tahu dalam satu bungkusnya juga dikurangi dari enam potong, menjadi hanya lima potong.

Strategi memperkecil ukuran, menurut Iwan, dilakukan agar masyarakat tidak makin merasa terbebani. “Sebab kalau ukurannya tetap seperti dulu, harganya harus naik dua kali lipat. Takutnya nggak ada yang mau beli,” terang Iwan.

Salah seorang pedagang tahu tempe di Pasar Badung, Maemunah, mengaku banyak mendapat protes dari pelanggan terkait kenaikan harga tahu tempe. Apalagi, ukuran tahu tempe yang dijualnya kini diperkecil. “Banyak sih yang protes. Tapi dulu. Sekarang sudah banyak yang ngerti kalau harga kedelai mahal,” tambahnya.

Kepala Sub Dinas Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bali, Bagus Ketut Wijaya, mengakui sejumlah industri tahu tempe di Bali sedang terancam bangkrut. Pasalnya, sebagian besar industri tahu tempe di Bali sangat tergantung pada kedelai impor karena alasan kualitas. Padahal, lonjakan paling tinggi sedang terjadi pada kedelai impor.

Dijelaskan Wijaya, kebutuhan masyarakat Bali terhadap kedelai cukup tinggi. Total kebutuhan kedelai di Bali diperkirakan mencapai 20.909 ton per tahun. Bila dirinci, kebutuhan kedelai untuk tempe dan tahu tergolong paling tinggi, yakni masing-masing 8.688 ton dan 5.705 ton. Sementara kebutuhan kedelai kering dan kedelai tauge masing-masing hanya 4.927 ton dan 1.589 ton.

Padahal total produksi kedelai Bali pada 2007 lalu hanya sebanyak 10.844 ton. Sisanya sangat tergantung pada kiriman kedelai impor. Ironisnya, industri tahu tempe seratus persen tergantung pada kedelai impor. “Katanya kalau nggak pakai kedelai impor, hasilnya jelek,” ujar Wijaya.

Namun pihaknya mengaku tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengendalikan harga kedelai. Pasalnya, kedelai merupakan produk bebas yang harganya diatur sesuai mekanisme pasar. “Kami tidak bisa mengatur harga kedelai. Jadi kami tidak bisa berbuat apa-apa,” ujarnya pasrah. [ni komang erviani]


Kebutuhan Kedelai di Bali
Kedelai Tempe 8.688 ton
Kedelai Tahu 5.705 ton
Kedelai Kering 4.927 ton
Kedelai Tauge 1.589 ton
Total 20.909 ton

Pasokan Kedelai Bali
Produksi Kedelai Lokal Bali 10.844 ton
Impor 10.065 ton
Total 20.909 ton

Data diolah dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bali

Sabtu, 12 Januari 2008

NTB Gaet Wisatawan Bali

SANUR (SINDO) – Tingginya kunjungan wisatawan asing ke Bali, membuat pelaku pariwisata Nusa Tenggara Barat (NTB) berinisiatif untuk menggaet wisatawan dari Bali. Untuk mengurangi ketergantungan pariwisata NTB terhadap Bali, pelaku pariwisata NTB melakukan aksi jemput bola ke Bali.

Aksi jemput bola dilakukan dengan menggelar ajang Best of Lombok Table Top di salah satu hotel di Sanur Denpasar, kemarin. Sebanyak 16 pelaku industri pariwisata NTB yang terdiri dari hotel, tour operator dan biro perjalanan wisata NTB, mempresentasikan produknya di hadapan 65 pelaku wisata Bali. Ajang tersebut diharapkan dapat meningkatkan minat pelaku wisata Bali untuk mempromosikan NTB sebagai destinasi kedua setelah Bali.

Penyelenggara kegiatan, Awan Aswinabawa, mengaku tidak punya spesifik terkait nilai transaksi yang bisa dibukukan dari acara tersebut. Sebaliknya, kegiatan itu diharapkan jadi media komunikasi antara pelaku wisata NTB dengan Bali. “Dalam jangka panjang, kami inginkan ada komunikasi intens dan saling pengertian antara pelaku wisata Bali dan Lombok,” ujarnya.

Menurut Awan, selama ini masih ada gap yang cukup lebar antara pariwisata Bali dan NTB. Ia mencontohkan, total kunjungan wisatawan asing dan domestik ke Bali selama 2007 mencapai 5,7 juta orang. Sementara jumlah wisatawan yang berkunjung ke NTB hanya 500 ribu. ”Padahal antara Bali dan Lombok sangat dekat sekali. Nah, gap ini yang coba kami persempit dengan berpromosi langsung ke Bali. Jadi dari total 7 hari kunjungan wisatawan asing ke Bali, dua harinya kan bisa dibawa ke Lombok,” ujarnya.

Awan menjelaskan, ada banyak produk wisata baru di NTB yang cocok untuk dipasarkan ke pasar wisatawan di Bali. Bahkan menurut Awan, tarif wisata di Lombok sangat kompetitif. Untuk paket tiga hari empat malam misalnya, hanya diberi tarif USD 70–80 di luar flight.

Selain itu, jalur penerbangan dari Bali ke Lombok juga cukup banyak, mencapai 9 penerbangan sehari. Ada sekitar 800 seat penerbangan dari Bali ke lombok per harinya.” Antara Bali Lombok juga tidak terlalu jauh. Gampang tambah flight sewaktu-waktu,” tambahnya lagi. .

Namun Awan tegas menyebut bahwa Lombok bukan pesaing Bali. Justru, Lombok diharapkan bisa menjadi pelengkap pariwisata Bali. Meski infrastruktur di Lombok tak selengkap Bali, namun Awan memastikan segala fasilitas cukup memadai. Saat ini terdapat sedikitnya 2000 kamar hotel berbintang di Lombok.

Tingginya tingkat ketergantungan pariwisata NTB terhadap Bali juga diakui Kepala Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Lombok Barat, Tjok Sutendra, yang hadir dalam acara Best Of Lombok Table Top. Menurut Sutendra, wisatawan yang datang ke Kabupaten Lombok Barat selama 2007 lalu mencapai 250 ribu orang. Jumlah tersebut meningkat tipis dibandingkan kunjungan tahun 2006. Sekitar 55% dari total kunjungan tersebut, merupakan wisatawan asing. “Sekitar 70 persen wisatawan asing yang datang ke NTB berasal dari Bali. Jadi kami memang benar-benar tergantung pada pasar wisatawan Bali,” ujarnya.

Ajang Best of Lombok Table Top diharapkan bisa menjadi salah satu upaya untuk lebih mengoptimalkan potensi kunjungan wisatawan Bali ke NTB. Dengan promosi jemput bola ke Bali, Sutendra optimis target kenaikan kunjungan wisatawan ke Lombok sebesar 20 persen bisa tercapai. [ni komang erviani]

IITF 2008 Targetkan Transaksi 25 M

SANUR (SINDO) – Sebuah ajang promosi pariwisata bertajuk Indonesia International Travel Fair 2008 (IITF 2008), bakal digelar di Jakarta pada 27-30 Maret mendatang. IITF 2008 ditargetkan mampu membukukan transaksi wisata senilai Rp. 25 miliar.

IITF rencananya digelar di Balai Kartini Expo Jakartaa. Pihak panitia mengklaim ajang tersebut sebagai salah satu perhelatan travel fair terbesar di Indonesia yang menjadi salah satu agenda penting pada kalender Visit Indonesia Year 2008 (VIY 2008). Acara empat hari itu akan berlangsung dengan format satu trade show dan tiga hari consumer fair dimana masyarakat Jakarta dapat membeli paket domestik dan internasional dengan harga sangat spesial.

Menurut Panca R Sarungu, Projesct Director IITF 2008, pihaknya ingin mengedukasi masyarakat agar merencanakan wisatanya lebih awal. Termasuk merencanakan wisatanya untuk musim liburan sekolah bulan Juni dan Juli mendatang dengan harga spesial. “Kami bahkan meminta pihak peserta pameran untuk memberikan harga sangat spesial yang hanya berlaku untuk pemesanan serta pembayaran selama acara ini berlangsung,” ujarnya berpromosi di hadapan pelaku industri pariwisata Bali di Sanur Denpasar kemarin.

Untuk mendukung program VIY 2008, penyelenggara juga akan mengundang sedikitnya 50 buyer asing yaitu wholesaler dan top outboud agent dari negara ASEAN dan China dalam program semi hosted buyer. Untuk mensukseskan program tersebut, Panca mengaku mendapat dukungan dari pihak hotel yang memberikan fasilitas akomodasi cuma cuma serta pihak perusahaan penerbangan yang memberikan diskon khusus.

Untuk mempromosikan ajang IITF 2008, panitia menganggarkan dana yang cukup besar mencapai senilai Rp.1,8 milyar. Kegiatan tersebut ditargetkan mampu menarik 30.000 pengunjung dan berhasil membukukan transaksi senilai Rp. 25 miliar. “Kami yakin target pengujung sebanyak 30.000 dari kalangan menengah keatas serta pembukuan transaksi senilai Rp.25 milyar akan tercapai,” demikian Panca.

Bali yang merupakan tujuan wisata utama dari pasar domestik, diharapkan bisa menjadi pemain penting dalam penyelenggaraan IITF 2008. Pasalnya menurut Panca, Bali telah membukukan sedikitnya Rp. 87 triliun transaksi dari kunjungan wisatawan domestik.

Rencana penyelenggaraan even IITF 2008, mendapat sambutan positif dari beberapa kalangan pelaku pariwisata di Bali. Shawal A Mohamed, manager salah satu hotel di Denpasar Mengakui, potensi wisatawan domestik yang Sangay besar Belem digarap secara optimal oleh pelaku pariwisata. Padahal, berwisata sudah menjadi salah satu gaya hidup yang biasa dilakukan masyarakat Indonesia.
Oleh Shawal, peningkatan potensi wisatawan domestik itu dirasakan sendiri di hotelnya. Bahkan pasar domestik menurutnya jauh lebih menguntungkan, karena biasanya berwisata dengan keluarga dalam kelompok besar. “Kalau wisatawan Eropa, biasanya berpasangan dua orang. Tapi kalau wisatawan domestik, bareng keluarga. Jadi sebetulnya lebih menguntungkan,” tegasnya.

Sayangnya, Shawal menilai Belem ada upaya optimal menggarap pasar domestik. Ajang IITF 2008 diharapkan menjadi perintis dalam upaya menggarap pasar wisatawan domestik secara lebih serius. [ni komang erviani]

Selasa, 01 Januari 2008

Transaksi Ritel Naik 50 %

DENPASAR (SINDO) – Tansaksi ritel di Bali mengalami kenaikan sekitar 50 % selama libur akhir tahun ini. Kenaikan terutama ditopang oleh transaksi pembelian makanan dan minuman.

Transaksi perdagangan riitel di Bali mengalami kenaikan gara-gara antusiasme masyarakat menyambut tahun baru 2008. Berdasarkan pantauan SINDO kemarin, sejumlah swalayan diserbu pengunjung sejak pagi hingga malam hari. Antrian panjang juga terlihat di kasir-kasir swalayan, hampir sepanjang hari. Bahkan sejumlah swalayan menambah tenaga kasirnya untuk mengurangi panjangnya antrian. Seperti terlihat di Swalayan Ramayana Jl. Sesetan Denpasar dan Tiara Dewata Jl. Letjen Sutoyo Denpasar.

Store Manager Ramayana cabang Sesetan, Benny Santoso, menjelaskan peningkatan transaksi penjualan sudah terjadi lima hari sebelum tahun baru. Bila omset penjualannya di hari biasa hanya Rp. 100 juta per hari, menjelang tahun baru naik menjadi sekitar Rp.150 juta per hari.

Kenaikan nilai transaksi penjualan terutama disebabkan oleh transaksi penjualan snack dan minuman. Dikatakan Benny, transaksi penjualan snack sejak jelang tahun baru naik hingga 30 % dibanding hari biasa. Sementara transaksi penjualan minuman naik hingga 50%. “Yang paling banyak dibeli soft drink dan bir. Malah kami kehabisan stok karena suppliernya sendiri sudah nggak punya stok,” terang Benny.

Untuk produk fashion, Benny mengakui adanya kenaikan transaksi penjualan. Namun kenaikannya tidak terlalu signifikan dibandingkan hari biasa. “Produk fashion banyak dicari pada saat Natal lalu. Sekarang juga ada kenaikan, tapi tidak terlalu signifikan,” tandasnya.

Pasar Swalayan Tiara Dewata juga mengalami kenaikan transaksi penjualan jelang tahun baru. Menurut Operation Manager Tiara Dewata, Novie Setyo Utomo, transaksi penjualan naik sekitar 30 hingga 50% sejak Jumat pekan lalu. Sayang, Novie enggan menyebut nominalnya.

Kenaikan transaksi di Tiara Dewata terutama terlihat pada penjualan makanan dan minuman. “Yang paling banyak dibeli adalah soft drink dan kue kering. Mungkin untuk persiapan malam tahun baru,”terangnya.

Hebatnya, kenaikan transaksi penjualan ikan pada detik-detik pergantian tahun kemarin mencapai 500 persen, atau 5 kali lipat dari hari biasa. Kenaikan penjualan ikan pada tahun baru, jelas Novie, merupakan kecenderungan yang selalu terjadi setiap tahunnya. Hal itu diduga karena tradisi masyarakat Bali yang biasa menghabiskan malam tahun baru dengan barbeque party. “Kami memang sudah siap dengan kenaikan dengan manambah stok ikan. Karena di Bali ini sudah sangat khas di mana masyarakat merayakan detik-detik tahun baru dengan barbeque party,” terangnya.

Sebagai langkah antisipasi atas keamanan malam tahun baru, sejumlah swalayan kemarin juga menyiagakan personil keamanannya dalam jumlah yang lebih banyak dari hari biasa. Selain itu, sejumlah swalayan juga melakukan kerjasama dengan aparat kepolisian setempat untuk pengamanan. “Hanya untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan,” jelas Novie. [ni komang erviani]