Google
 

Selasa, 18 Maret 2008

PAP Ngurah Rai Minta Maaf atas Insiden Penangkapan Fotografer

BADUNG – PT. Persero Angkasa Pura (PAP) I Ngurah Rai, Denpasar, Bali, secara resmi meminta maaf atas terjadinya insiden ‘penangkapan’ seorang jurnalis foto (fotografer) oleh security bandara saat mengambil foto maskapai AdamAir.

Permintaan maaf itu disampaikan General Manager PAP I Ngurah Rai I Nyoman Suwetja Putra saat bertemu dengan organisasi profesi jurnalistik di Kantor PAP I Ngurah Rai, di lingkungan Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Selasa (18/3/2007).

Dari kalangan pers diwakili Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) Denpasar, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bali-Nusa Tenggara dan sejumlah jurnalis yang bersimpati atas insiden tersebut. “Kami secara resmi minta maaf jika anak buah kami telah bertindak dan berbicara kasar,” kata Suwetja.

Menurut Suwetja, tiga orang security yang saat itu bertugas sudah memenuhi prosedur terutama untuk mengatisipasi munculnya gangguan terkait keamanan dan keselamatan di kawasan bandara. Namun, ia tidak memungkiri jika dalam praktiknya ada anggotanya yang bertindak berlebihan. “Maklum, banyak anggota kami yang hanya lulusan SMP, sehingga otaknya kurang cerdas,” ungkapnya.

Namun demikian, Suwetja meminta agar setiap wartawan mematuhi dan ikut menjaga kemananan di lingkungan bandara. Apalagi beberapa hari sebelumnya pihak security bandara sempat memergoki tiga orang mencurigakan mengendap-endap di sekitar kawasan bandara. Namun setelah diperiksa, mereka ternyata nelayan.

Atas insiden tersebut, Suwetja berjanji akan melakukan pembinaan kepada para staf, terutama security, agar lebuh bisa memberikan pelayanan yang ramah kepada siapapun, termasuk pers. Pihaknya juga akan melakukan pembenahan yang lebih konkret terkait prosedur bagi wartawan yang ingin melaksanakan peliputan di lingkungan Bandara Ngurah Rai. Pihaknya bahkan menawarkan adanya semacam nota kesepakatan (MoU) antara PAP-jurnalis untuk memudahkan setiap wartawan yang ingin meliput di areal bandara. “Kalau bisa sebelum April sudah direalisasikan,” katanya.

Yang mengejutkan, Suwetja juga berencana segera memutasi Kepala Humas PAP I Ngurah Rai Akhmad Munir. Menurut dia, insiden ‘penangkapan’ fotografer itu juga menunjukkan tidak berfungsinya divisi humas. “Saya sudah mendengar lama kalau dia (Munir, red) perilakunya tidak mencerminkan seorang humas. Dengan kejadian ini, semakin kuat alasan kami untuk memindahnya,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua AJI Denpasar Bambang Wiyono yang ikut hadir dalam pertemuan itu menilai pihak PAP I Ngurah Rai seperti memiliki ketakutan yang berlebihan ketika berhadapan dengan media. “Saya melihat seperti ada sebuah ketakutan ketika jurnalis mencoba untuk mengambil gambar dari sini. Sehingga perlakuannya menjadi berlebihan. Misalkan kalau ini bukan terjadi pada fotografer, apakah akan diperlakukan seperti itu? Kalau sebuah institusi merasa tidak memiliki salah satu aib, kenapa mesti takut, apalagi sampai menghalangi seorang wartawan saat hendak meliput,” katanya.

Hal senada dikatakan Ketua IJTI Bali-Nusa Tenggara Syafrudin Siregar. Dia mengatakan ikut mendukung langkah yang akan diambil PAP I Ngurah Rai dalam merumuskan aturan yang jelas terkait tugas jurnalis yang ingin meliput di kawasan bandara. Menurut dia, insiden serupa selama ini sering menimpa wartawan yang hendak meliput di kawasan Bandara Ngurah Rai.

Seperti diberitakan sebelumnya, fotografer harian Seputar Indonesia Zul T Edoardo ditangkap petugas security PAP I Ngurah Rai saat hendak mengambil gambar pesawat AdamAir dari luar pagar pembatas bandara, Senin (19/3/2008). Meski sudah menunjukkan Press Card dan hanya mengambil gambar dari luar pagar pembatas bandara, Zul tetap ditangkap dan sempat ditahan selama hampir empat jam di salah satu ruangan.

Senin, 17 Maret 2008

Meliput Adam Air, Fotografer Ditangkap


DENPASAR – Pemberitaan tentang gonjang-ganjingnya maskapai Adam Air menorehkan getah pahit bagi jurnalis di Bali. Ini setelah seorang fotografer ditangkap saat melaksanakan tugas jurnalistik di Bandara Ngurah Rai, Badung, kemarin.

Peristiwa yang menimpa fotografer Koran Seputar Indonesia Zul T Edoardo ini berawal saat dia berusaha mengambil foto pesawat Adam Air dari luar pagar pembatas bandara, sekitar pukul 17.00 wita kemarin. Setelah sekitar setengah jam, Zul akhirnya berhasil mengambil gambar pesawat Adam Air, meskipun dalam jarak yang cukup jauh karena peswat masih terparkir di landasan.

Namun karena naluri jurnalistiknya merasa merasa belum mememperoleh gambar yang maksimal, fotografer berkacamata ini bersikukuh menunggu pesawat Adam Air take off.
Namun belum sempat niat itu kesampaian, tiga orang security PT Angkasa Pura tiba-tiba mendekat. Meski awalnya sempat merahasiakan identitasnya, Zul lalu mengatakan dirinya jurnalis. Dua petugas secutity bernama I Wayan Guntur dan I Made Sukerdana lantas meminta ID. “Saya kemudian memberikan ID Press,” ujar Zul.

Namun petugas tetap tidak percaya dan malah menanyakan identitas lainnya. Zul lantas memberikan SIM A dari dalam dompetnya. Peristiwa tidak berhenti di situ. Tiga petugas lantas membawa Zul ke pos security. Di tempat ini, tas yang berisi perlengkapan kamera milik zul hendak diperiksa. Namun Zul menolaknya karena khawatir kameranya disita ataupun terjadi kerusakan. “Kamu tidak boleh mengambil gambar di sini,” bentak Guntur dengan nada keras.

Merasa tidak melakukan kesalahan, Zul kemudian mengatakan dia mengambil foto dari pagar pembatas. Tak terima dengan jawaban itu, petugas lalu memasukkan Zul ke dalam mobil dan dibawa menuju kantor ADM (airport duty manager).

Oleh petugas ADM bernama Mandia, Zul lantas diinterogasi dengan nada keras. Bukan cuma itu, tas berisi kamera akhirnya digeledah dan dikelurakan. Bahkan, setelah itu petugas juga memeriksa seluruh badan fotografer ini. Setelah dipastikan aman, dengan enteng petugas ADM mengatakan kejadian ini hanya salah paham. “Namun Anda tetap bersalah karena telah memasuki rumah kami tanpa ijin,” kata Mandia.

Peristiwa itu pun membuat kalangan jurnalis dan Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI) malam itu juga mendatangi Bandara Ngura Rai. Petugas akhirnya melepas Zul sekitar pukul 20.00 wita. “Penyelesaiannya tidak sekadar melepas yang bersangkutan, karena ini telah melecehkan profesi jurnalistik. Apalagi fotografer yang bersangkutan mengambil gambar dari luar pagar pembatas bandara,” kata Syafrudin Siregar, pengurus AJI Denpasar.

Hal senada disampaikan Ketua AJI Denpasar Bambang Wiyono. Menurut dia, tidak selayaknya pihak PT Persero Angkasa Pura I Ngurah Rai sampai melakukan penahanan terhadap seorang wartawan. “Itu perlakuan yang berlebihan dan tidak bisa dibenarkan oleh UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” kata Bambang.

Sementara itu, Kepala PAP I Nyoman Suwetja Putra saat dikonfirmasi mengakui sudah mendengar peristiwa tersebut. Menurutnya, kejadian itu hanya berawal dari salah paham. Seharusnya, kata Suwetja, seorang jurnalis harus minta ijin saat hendak meliput di lingkungan bandara. Namun, dia juga mengakui tentang tindakan anak buahnya yang berlebihan. “Karena itu saya juga minta maaf,” ujarnya. (miftachul chusna/ ni komang erviani)

Minggu, 16 Maret 2008

Oase di Gurun Gersang

Koran Seputar Indonesia - Minggu, 16/03/2008

Negara-negara berpenduduk terbesar di dunia sepakat meningkatkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan guru. Sebab, selama ini mereka tertinggal dibandingkan bangsa lain.

Tiga unit mobil pintar (smart car) terparkirrapididepanlobi Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali, saat digelar pertemuan ketujuh para menteri pendidikan dari sembilan negara berpenduduk terbesar (E-9), 10–12 Maret lalu. Melengkapi itu, sejumlah anak sekolah taman kanakkanak sengaja didatangkan untuk menyapa para delegasi.

Hari berikutnya, para delegasi juga diajak berkunjung ke SMA Negeri 4 Denpasar. Di sekolah favorit di Denpasar yang berstandar internasional ini, para delegasi dari Indonesia, Bangladesh, Mesir, Brasil, India, China, Meksiko, Nigeria, dan Pakistan disuguhi berbagai kecanggihan teknologi yang diterapkan dalam proses belajar mengajar di sekolah tersebut.

Ada juga berbagai peragaan ilmu pengetahuan dan seni budaya dari berbagai bidang ekstrakurikuler yang diterapkan di sana. Dua agenda tambahan dalam pertemuan sembilan negara berpenduduk terbesar dunia itu sukses membuat kagum para delegasi. Sekretaris Menteri Pendidikan Bangladesh M Musharraf Hossain Bhuiyan mengaku terkesan dengan pembelajaran di SMA Negeri 4 Denpasar ini.

”Sekolah ini bagus, baik dari segi intrakurikuler maupun ekstrakurikulernya. Ini patut ditiru sekolah lain di negara kawasan E-9,”ujarnya. Potret pendidikan sekolah favorit di Pulau Dewata tersebut tentu berbanding terbalik dengan kenyataan wajah pendidikan di negeri ini.

Soal infrastruktur pendidikan, misalnya, kerusakan gedung sekolah masih menimpa sekitar 50% gedung sekolah di Indonesia,437 unit gedung di antaranya terdapat di Jakarta. Jumlah itu bisa jadi naik seiring dengan bencana alam yang terjadi di sejumlah daerah belakangan ini. Begitu juga dengan gaji guru yang rata-rata masih di bawah kesejahteraan, terlebih bagi tenaga honorer atau guru bantu. Persoalan yang dihadapi Indonesia ini juga menimpa negara di kawasan E-9.

Secara umum,dunia pendidikan di kawasan E-9 dianggap masih jauh dari harapan. Menurut Direktur Jenderal UNESCO Koichiro Matsuura, saat ini negara E-9 masih memiliki segudang permasalahan di bidang pendidikan yang cukup memprihatinkan. Misalnya, nasib sebagian besar pengajar yang masih bekerja dengan pendapatan minim,karier tidak jelas, serta tidak mampu mengakses pelatihan dan teknologi informasi untuk meningkatkan kapasitasnya.

Pandangan serupa disampaikan Ketua Harian Komisi Nasional untuk UNESCO Arief Rachman. Di Indonesia sendiri, menurut dia, peningkatan kualitas guru masih menjadi masalah utama, disusul buruknya infrastruktur pendidikan dan rendahnya aksesibilitas masyarakat miskin untuk mengenyam pendidikan. ”Di Indonesia masih ada 40–65% sekolah berada pada keadaan yang fasilitas gedungnya jelek, gurunya terbatas, bukunya tidak lengkap,” ujar dia.

Komitmen anggota negara-negara yang tergabung dalam E-9 untuk meningkatkan kesejahteraan guru dan kualitas pendidikan ibarat oase di gurun gersang bagi masa depan anakanak bangsa. Deklarasi Bali yang dihasilkan dalam pertemuan selama tiga hari itu, misalnya,memuat butir tentang perlunya mengintensifkan mekanisme kerja sama Selatan- Selatan untuk menambah infrastrukturdanperlengkapan, dukungan pelatihan, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (information and communication technologies/ICT), serta pembelajaran terbuka (open and distance learning/ODL).

Para menteri dari sembilan negara anggota juga menyepakati perlunya menjamin kecukupan jumlah tenaga pengajar, terutama bagi guru perempuan. UNESCO memperkirakan, hingga 2015 masih diperlukan tambahan 18 juta guru sekolah dasar (SD) di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, 40% diperlukan di negaranegara E-9. Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo berpendapat, kerja sama negara-negara E-9 memberi manfaat luar biasa pada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.

Dia mencontohkan kebijakan sertifikasi guru,wajib belajar sembilan tahun hingga pembuatan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Itu semua merupakan implementasi dari kesepakatankesepakatan kerja sama E-9 sebelumnya. ”Kita belajar banyak dari kawasan E-9,”ujarnya. Namun, dia mengakui masih banyak persoalan yang membelit pendidikan di Indonesia.

Soal pemerataan jumlah guru di perkotaan dan pedesaan, misalnya,masih perlu dicarikan solusinya. Hal itu diduga terkait dengan masalah kesejahteraan guru di daerah pedesaan yang masih rendah. Indonesia, lanjut dia, juga akan belajar dari China tentang mekanisme pemberian insentif kepada guru agar mau bertugas di pedesaan.Indonesia juga sepakat untuk belajar dari Meksiko dan Brasil tentang bagaimana memberdayakan guru melalui kurikulum.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Fasli Jalal menyebutkan, Deklarasi Bali sebagai kesepakatan paling riil karena berisi program-program aksi yang jelas. (ni komang ervíani/ miftachul chusna/ thomas pulungan)

Oase di Gurun Gersang

Koran Seputar Indonesia - Minggu, 16/03/2008

Negara-negara berpenduduk terbesar di dunia sepakat meningkatkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan guru. Sebab, selama ini mereka tertinggal dibandingkan bangsa lain.

Tiga unit mobil pintar (smart car) terparkirrapididepanlobi Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali, saat digelar pertemuan ketujuh para menteri pendidikan dari sembilan negara berpenduduk terbesar (E-9), 10–12 Maret lalu. Melengkapi itu, sejumlah anak sekolah taman kanakkanak sengaja didatangkan untuk menyapa para delegasi.

Hari berikutnya, para delegasi juga diajak berkunjung ke SMA Negeri 4 Denpasar. Di sekolah favorit di Denpasar yang berstandar internasional ini, para delegasi dari Indonesia, Bangladesh, Mesir, Brasil, India, China, Meksiko, Nigeria, dan Pakistan disuguhi berbagai kecanggihan teknologi yang diterapkan dalam proses belajar mengajar di sekolah tersebut.

Ada juga berbagai peragaan ilmu pengetahuan dan seni budaya dari berbagai bidang ekstrakurikuler yang diterapkan di sana. Dua agenda tambahan dalam pertemuan sembilan negara berpenduduk terbesar dunia itu sukses membuat kagum para delegasi. Sekretaris Menteri Pendidikan Bangladesh M Musharraf Hossain Bhuiyan mengaku terkesan dengan pembelajaran di SMA Negeri 4 Denpasar ini.

”Sekolah ini bagus, baik dari segi intrakurikuler maupun ekstrakurikulernya. Ini patut ditiru sekolah lain di negara kawasan E-9,”ujarnya. Potret pendidikan sekolah favorit di Pulau Dewata tersebut tentu berbanding terbalik dengan kenyataan wajah pendidikan di negeri ini.

Soal infrastruktur pendidikan, misalnya, kerusakan gedung sekolah masih menimpa sekitar 50% gedung sekolah di Indonesia,437 unit gedung di antaranya terdapat di Jakarta. Jumlah itu bisa jadi naik seiring dengan bencana alam yang terjadi di sejumlah daerah belakangan ini. Begitu juga dengan gaji guru yang rata-rata masih di bawah kesejahteraan, terlebih bagi tenaga honorer atau guru bantu. Persoalan yang dihadapi Indonesia ini juga menimpa negara di kawasan E-9.

Secara umum,dunia pendidikan di kawasan E-9 dianggap masih jauh dari harapan. Menurut Direktur Jenderal UNESCO Koichiro Matsuura, saat ini negara E-9 masih memiliki segudang permasalahan di bidang pendidikan yang cukup memprihatinkan. Misalnya, nasib sebagian besar pengajar yang masih bekerja dengan pendapatan minim,karier tidak jelas, serta tidak mampu mengakses pelatihan dan teknologi informasi untuk meningkatkan kapasitasnya.

Pandangan serupa disampaikan Ketua Harian Komisi Nasional untuk UNESCO Arief Rachman. Di Indonesia sendiri, menurut dia, peningkatan kualitas guru masih menjadi masalah utama, disusul buruknya infrastruktur pendidikan dan rendahnya aksesibilitas masyarakat miskin untuk mengenyam pendidikan. ”Di Indonesia masih ada 40–65% sekolah berada pada keadaan yang fasilitas gedungnya jelek, gurunya terbatas, bukunya tidak lengkap,” ujar dia.

Komitmen anggota negara-negara yang tergabung dalam E-9 untuk meningkatkan kesejahteraan guru dan kualitas pendidikan ibarat oase di gurun gersang bagi masa depan anakanak bangsa. Deklarasi Bali yang dihasilkan dalam pertemuan selama tiga hari itu, misalnya,memuat butir tentang perlunya mengintensifkan mekanisme kerja sama Selatan- Selatan untuk menambah infrastrukturdanperlengkapan, dukungan pelatihan, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (information and communication technologies/ICT), serta pembelajaran terbuka (open and distance learning/ODL).

Para menteri dari sembilan negara anggota juga menyepakati perlunya menjamin kecukupan jumlah tenaga pengajar, terutama bagi guru perempuan. UNESCO memperkirakan, hingga 2015 masih diperlukan tambahan 18 juta guru sekolah dasar (SD) di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, 40% diperlukan di negaranegara E-9. Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo berpendapat, kerja sama negara-negara E-9 memberi manfaat luar biasa pada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.

Dia mencontohkan kebijakan sertifikasi guru,wajib belajar sembilan tahun hingga pembuatan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Itu semua merupakan implementasi dari kesepakatankesepakatan kerja sama E-9 sebelumnya. ”Kita belajar banyak dari kawasan E-9,”ujarnya. Namun, dia mengakui masih banyak persoalan yang membelit pendidikan di Indonesia.

Soal pemerataan jumlah guru di perkotaan dan pedesaan, misalnya,masih perlu dicarikan solusinya. Hal itu diduga terkait dengan masalah kesejahteraan guru di daerah pedesaan yang masih rendah. Indonesia, lanjut dia, juga akan belajar dari China tentang mekanisme pemberian insentif kepada guru agar mau bertugas di pedesaan.Indonesia juga sepakat untuk belajar dari Meksiko dan Brasil tentang bagaimana memberdayakan guru melalui kurikulum.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Fasli Jalal menyebutkan, Deklarasi Bali sebagai kesepakatan paling riil karena berisi program-program aksi yang jelas. (ni komang ervíani/ miftachul chusna/ thomas pulungan)

Turis Australia Terancam Beralih

Koran Seputar Indonesia - Minggu, 16/03/2008

DENPASAR (SINDO) – Turis asal Australia terancam mengalihkan kunjungan wisatanya ke Singapura dan Vietnam akibat penerbangan langsung ke Bali sangat minim.

Padahal,wisatawan Australia selama ini menjadi pasar potensial pariwisata Bali. Sekjen Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Perry Markus mengaku banyak wisatawan yang mengeluhkan atas minimnya kuantitas penerbangan langsung Australia–Bali. Untuk ke Bali, kata Perry, para turis harus melewati Jakarta atau ke Sydney terlebih dahulu. Padahal, banyak wisatawan Australia yang berasal dari Brisbane,Adelaide, atau Perth.Terpaksa turis harus menambah waktu tempuh dari daerah mereka ke Sidney atau Jakarta.

”Ini dikeluhkan. Jadi, yang dari Brisbane harus ke Sidney dulu. Malah ada juga yang harus ke Jakarta dulu,”ujar Perry di Denpasar kemarin. Dia mengaku kondisi ini membuat wisatawan Australia mulai beralih ke destinasi wisata lain dengan akses penerbangan lebih mudah.Dua negara yang kini banyak dikunjungi turis Australia,yakni Vietnam dan Singapura.”Karena susah ke Bali, mereka lebih gampang ke Vietnam atauke Singapura,”terangnya.

Perry mengaku sejauh ini memang belum menunjukkan tanda-tanda memburuknya kunjungan wisatawan Australia ke Bali.Namun, pemerintah mengabaikan kondisi ini, maka jumlah wisatawan akan terus berkurang. Dia menambahkan,berdasarkan data Dinas Pariwisata Bali, total kunjungan wisatawan Australia ke Bali pada Januari 2008 memang masih tinggi,yakni mencapai 20.235 orang, naik 59% dibandingkan Januari 2007 yang hanya 12.716 orang. Ke depan Perry berharap pemerintah segera menyelesaikan persoalan tersebut dengan menambah penerbangan langsung rute penerbangan Denpasar–Perth, Denpasar– Brisbane, dan Denpasar– Adelide.

”Bila tidak, wisatawan Australia terancam akan beralih secara besarbesaran ke Vietnam atau Singapura. Australia adalah pasar potensial untuk kita. Mereka sangat mengharapkan ada penambahan penerbangan,” ujarnya. Ketua Program Studi Pariwisata Universitas Udayana I Putu Anom menyesalkan minimnya akses penerbangan langsung Bali–Australia.

Di mata Anom, wisatawan Australia sangat menjanjikan, mengingat adanya kedekatan budaya antara masyarakat Australia dengan Bali. Terbukti, tragedi Bom Bali yang menewaskan ratusan warga Australia tidak mengurangi minat warga Australia berwisata di Bali. Selain itu, kendati pemerintah Australia mengeluarkan travel warning bagi warganya ke Indonesia,turis dari Australia tetap banyak yang berkunjung ke Tanah Air. ”Biar ada travel warning,mereka tetap datang.Saya harap Garuda membuka penerbangan tambahan langsung Bali-Australia.” (fahmi faisa/ni komang erviani)

Sabtu, 15 Maret 2008

Jumat, 14 Maret 2008

MNC Sky Vision Ekspansi ke Bali

Koran Seputar Indonesia - Jum'at, 14/03/2008

DENPASAR (SINDO) – PT MNC Sky Vision melakukan ekspansi ke wilayah Bali,Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Hingga akhir tahun ini, operator TV berbayar Indovision itu menargetkan tambahan 20.000 pelanggan baru di wilayah-wilayah tersebut. Wakil Presiden Direktur MNC Sky Vision Handhi S Kentjono menegaskan, pihaknya optimistis mencapai target pelanggan baru tersebut mengingatjumlahpelangganIndovision di Bali dan Nusa Tenggara saatinisudahmencapai15.000.

”Padahal kita belum buka kantor perwakilan di Bali,tapi kitasudahdapat15.000pelanggan. Jadi saya sangat optimistis target ini akan tercapai,”ujarnya seusai membuka kantor perwakilan Indovision di Denpasar kemarin. Handhi mengatakan,selama ini banyak permintaan berlangganan dari masyarakat Bali yang tidak bisa digarap karena ketiadaan kantor perwakilan.

Bali, NTB, dan NTT merupakan pasar yang potensial dengan populasi mencapai 4,7 juta orang. Selain pelanggan rumahan, MNC Sky Vision juga menargetkan tambahan pelanggan korporasi dari kalangan perhotelan. Saat ini lebih dari 50 hotel berbintang empat dan lima di Bali telah menjadi pelangganIndovision.

Untukskalanasional, sekitar 70% hotel berbintang empat dan lima di Indonesia dipastikan merupakan pelanggan Indovision.Adapununtukpelangganrumahan secara nasional, MNC Sky Vision saat ini memiliki lebih dari 350.000 pelanggan. Wakil Presiden Penjualan MNC Skyvision Wesly Parapat menjelaskan, perusahaan akan melakukan strategi pemasaran door to door untuk menambah jumlah pelanggan.

Strategi itu juga dilakukan untuk mendekatkan produk- produk perusahaan kepada masyarakat. Untuk mengakomodasi segmen pasar yang lebih menyukai tontonan bermuatan lokal, imbuh dia, MNC Sky Vision kini menyediakan produk Top TVyangmenyediakan paket layanan 25 saluran unggulan Indovision yang kebanyakan bermuatan lokal.

Wesly optimistis produk Top TV akan digemari masyarakat Bali mengingat harga berlangganan yang ditawarkan lebih murah. ”Bila iuran Indovision sebesar Rp149.000 per bulan, masyarakat dapat mendapatkan layanan Top TV hanya dengan Rp85.000 per bulan.Jadi kami memberi alternatif yang bisa dipilih konsumen,”ujarnya.

Sebelum Bali, MNC Sky Visionjugatelahmembukakantor perwakilan di sejumlah daerah, yakni Surabaya, Medan, Makassar, Balikpapan, Bandung, Semarang, dan Pekanbaru. Dalam waktu dekat,perusahaan pun berencana membuka kantor perwakilan lain di kota-kota potensial lainnya. (ni komang erviani)

Kamis, 13 Maret 2008

Negara E-9 Percepat Kualitas Pendidikan

Koran Seputar Indonesia - Kamis, 13/03/2008

NUSA DUA (SINDO) – Para menteri pendidikan dari sembilan negara berpenduduk terbesar dunia (E-9) sepakat untuk memperkuat kerja sama dan mempercepat pencapaian target pendidikan untuk semua atau (education for all/EFA).

”Tanpa upaya itu, kita akan kesulitan mencapai tujuan education for all (EFA) pada 2015 mendatang,” kata Direktur Jenderal UNESCO Koichiro Matsuura seusai menutup pertemuan ketujuh para menteri pendidikan kawasan negara E-9 di Nusa Dua, Bali, kemarin.

Dalam pertemuan selama tiga hari tersebut terungkap bahwa sebagian besar pengajar di negara E-9 masih bekerjadalamkondisikerjayang memprihatinkan,seperti pendapatan minim, karier tidak jelas, serta tidak mampu mengakses pelatihan dan teknologi informasi untuk meningkatkan kapasitasnya. Di sisi lain, kawasan ini masih kekurangan sebanyak tujuh juta guru berkualitas dari total kekurangan guru di seluruh dunia sebanyak 18 juta orang.

Sementara itu,Mendiknas Bambang Sudibyo mengatakan, Indonesia dalam dua tahun mendatang akan memegang peranan penting sebagai ketua Kelompok E-9 bersama Nigeria sebagai wakilnya.

”Jadi, Indonesia akan jadi ukuran penting dari implementasi resolusi ini,” terangnya dalam kesempatan sama. Bambang menambahkan, Indonesia telah mengembangkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi melalui pendidikan jarak jauh oleh lebih dari 100 perguruan tinggi dan menjadi yangterbesardikawasan Asia. (ni komang erviani/ miftachul chusna)

Dana SPMB Tak Pernah Diaudit

Koran Seputar Indonesia - Kamis, 13/03/2008

NUSA DUA(SINDO) – Pengelolaan keuangan SPMB ternyata tidak pernah diaudit pemerintah.Pemicu terjadinya perpecahan inilah yang akan diluruskan Depdiknas.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional (Dirjen Dikti Depdiknas) Fasli Jalal mengatakan, aspek keuangan dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) yang diterapkan 2006 dan 2007 memang tidak pernah diaudit pemerintah.

Pasalnya, penerimaan itu dianggap bukan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Menurut dia, sistem pengelolaan keuangan SPMB selama ini hanya berdasarkan kesepakatan antarrektor perguruan tinggi negeri (PTN) se-Indonesia.“Semuanya didasarkan pada kesepakatan antarrektor saja,” ungkap Fasli di sela-sela pertemuan tingkat menteri pendidikan negara-negara E-9 di Bali International Convention Center, Nusa Dua, Bali, kemarin.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No 19/2001, semua penerimaan PTN harus dicatat sebagai PNBP. Namun, pengelolaan dana SPMB selama ini tidak pernah dikelola sesuai ketentuan PNBP. Berdasarkan Keputusan Menkeu,seharusnya model swakelola dana SPMB dalam pembelanjaan jelas dan transparan.

“Konsekuensinya, semua itemharus transparan dan harus ada detail rencana pembelanjaan terlebih dahulu. Kuitansinya harus disusun sesuai jumlah dana yang diterima.Itu merupakan ketentuan umum, bukan khusus untuk SPMB,” jelasnya.

Rektor Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Priyo Suprobomenegaskan,keinginan mereka agar penerimaan mahasiswa baru tidak merugikan negara dan tidak menimbulkan masalah hukum bagi para rektor. Sikap hati-hati para rektor ini berdasarkan pengalaman adanya dua rektor PTN di Jawa Timur yang diaudit dan diperiksa aparat kepolisian terkait dana penerimaan mahasiswa baru.

“Jadi, bukan karena pengelolaan keuangan SPMB kurang transparan,” tegasnya. Penolakan terhadap SPMB, menurut dia, bukan semata-mata karena takut diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau aparat hukum lainnya.Namun,yang paling penting, PTN harus mengutamakan asas kepatuhan.

“ Jadi, masalah pertanggungjawaban yang harus diubah,”tandasnya. Dia menegaskan, kepanitiaan nasional tetap diperlukan sehingga tidak akan menyulitkan para calon mahasiswa. Apalagi,ada keharusan agar panitia seleksi dilakukan terpadu. (ni komang erviani)

Rabu, 12 Maret 2008

Kisruh SPMB Berakhir

Sindo Sore - Rabu, 12/03/2008

NUSA DUA (SINDO) – Rektor perguruan tinggi negeri (PTN) sepakat membentuk panitia bersama dengan Perhimpunan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) Pusat. Kesepakatan itu lahir dalam pertemuan antara Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Tinggi (Dikti) Depdiknas Fasli Jalal dengan perwakilan perguruan tinggi negeri di Bali Internasional Convention Centre (BICC) Nusa Dua, Bali, yang berakhir pukul 00.30 Wita,dini hari tadi. Dalam pertemuan tersebut, Fasli menjelaskan, seluruh perwakilan rektor bersedia bergabung jika itu jalan terbaik bagi calon mahasiswa memilih PTN yang diinginkannya.

Kesediaan para rektor itu akan dibicarakan dengan Perhimpunan SPMB yang mengelola pelaksanaan SPMB selama ini.’’Diperkirakan, hal itu dilaksanakan pada Jumat (14/3) nanti,”tuturnya. Selain itu,Depdiknas akan berkonsultasi dengan Departemen Keuangan (Depkeu) untuk membahas masalah pendanaan yang akan digelar besok (13/3). Fasli menambahkan, untuk masalah keuangan akan disesuaikan dengan ketentuan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dengan pola swakelola. Artinya, uang yang akan masuk ke rekening rektor masing-masing akan dimasukkan ke kas negara. Sementarauntukbelanjanya, akan diusulkan kepada Menteri Keuangan (Menkeu).

Sementara itu, Rektor Institut Teknologi Sepuluh November( ITS) Prof Ins Priyo Suprobo menyatakan, pada dasarnya, penolakan terhadap SPMB bukan karena takut dengan KPK,melainkan PTN lebih mengutamakan asas kepatuhan.’’ Namun,yang harus diubah yakni masalah pertanggung jawaban keuangannya,” jelasnya. Hal serupa juga dicetuskan Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Ins Herry Suhardiyanto MSc.Sebenarnya, yang dilakukan IPB tidak berpengaruh karena saat ini telah berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang sudah bisa mengambil kebijakan sendiri.

Namun, sebagai bentuk kebersamaan terhadap terbangunnya sistem pendidikan yang lebih baik, pihaknya perlu ikut turun rembuk.’’Menurut kami, sistem yang ditanamkan 41 PTN itu lebih baik,” ujarnya. Pertemuan yang dilaksanakan malam tadi itu dimulai dari pukul 22.00 hingga 24.30 Wita. Acara dihadiri Dirjen Dikti Depdiknas Fasli Jalal,Rektor IPB Dr Ins Herry Suhardiyanto, Rektor Unair Prof DR Fasikh, Rektor Undip Prof Dr dr Susilo Wibowo, Rektor ITS Prof Ins Priyo Suprobo,Rektor UNY Prof Sugeng Murdiono Phd,dan Pembantu Rektor II Unisa Drs Nurhasan Mkes. Seperti diberitakan,ke-41 PTN menolak SPMB 2008 jika masih ditangani Perhimpunan SPMB Nusantara.Penolakan ini merupakan hasil kesepakatan pertemuan rektor di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya pada Minggu (9/4) lalu. (helmi syarif/miftachul chusna/ni komang erviani)

Sistem Ganda Penerimaan Maba

Koran Seputar Indonesia - Rabu, 12/03/2008

PENOLAKAN 41 perguruan tinggi negeri (PTN) terhadap sistem seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) menuai protes.

Selain memberatkan calon mahasiswa baru (maba) dalam memilih universitas favorit, penolakan SPMB juga melahirkan sistem ganda dalam penerimaan mahasiswa baru. Ketua Komisi X DPR Irwan Prayitno mengatakan, penyelenggaraan SPMB yang selama ini dijalankan sudah tepat.

Rektor yang menolak SPMB juga diminta tidak kembali ke sistem ujian masuk perguruan tinggi negeri (UMPTN). ”Tentu cara ini akan menyulitkan calon mahasiswa yang jauh dari universitas yang mereka minati.Kalau sistem SPMB,anak Medan yang ingin di ITB tidak perlu jauh-jauh ke Bandung,”tuturnya kepada SINDO kemarin.

Namun,sejumlah PTN lain tetap akan mengikuti SPMB. Sikap yang berbeda tersebut jelas memunculkan sistem ganda penerimaan maba. Menurut Irwan, jika ada dua proses penerimaan mahasiswa antara SPMB dan UMPTN, malah semakin membingungkan.

”Saya sangat menyesalkan kalau memang hal itu benar- benar terjadi,”ujar politikus dari PKS ini. Padahal,PTN sudah diperbolehkan menjalankan seleksi calon mahasiswa sendiri melalui penelusuran minat bakat dan potensi (PMBP).Irwan mengatakan,persentase penyaringan mahasiswanya pun ditentukan tiap PTN.

”Namanya bisa macam-macam seperti PMBP atau ujian mandiri. Selama ini kan berjalan seperti itu.UGM dan UI juga melakukan hal itu. Itu kan boleh dijalankan selain SPMB,”paparnya. Anggota Komisi X DPR Anwar Arifin juga menyesalkan langkah 41 PTN yang menolak SPMB tersebut.

Menurut dia, persoalan di internal Perhimpunan SPMB Nusantara tidak seharusnya memecah PTN. Sementara anggota Perhimpunan SPMB Nusantara yang juga Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Bejo Sujanto berharap, pemerintah segera membuat kebijakan baru tentang SPMB.

Dia khawatir akan terjadi kepanitiaan ganda dalam penyelenggaraan penerimaan maba tahun 2008 ini.”Kemungkinan paling jelek, akan ada dua panitia.Tapi kita berharap ini tidak terjadi,”tandasnya. Kepanitiaan ganda,menurut dia,akan menyulitkan para calon maba. Selain itu, penyelenggaraan SPMB akan menjadi lebih mahal. (rendra hanggara/ ni komang erviani/ fahmi faisa)

Dikti Panggil Penolak SPMB

Koran Seputar Indonesia - Rabu, 12/03/2008

NUSA DUA(SINDO) – Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Depdiknas Fasli Jalal memanggil perwakilan 41 perguruan tinggi negeri (PTN) yang menolak SPMB.

Dirjen Dikti Fasli Jalal mengatakan, pertemuan tersebut diharapkan mampu menjembatani perbedaan kepentingan masing-masing kelompok. Perwakilan 41 PTN tersebut dikumpulkan menyusul penolakan mereka atas penyelenggaraan seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) 2008.

Mereka menolak ikut SPMB yang diselenggarakan Perhimpunan SPMB Nusantara akibat pengelolaan keuangan yang dinilai tidak transparan. Sebaliknya, 41 PTN ini menyepakati ujian masuk perguruan tinggi negeri (UMPTN). Menurut Fasli Jalal, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) telah mengeluarkan Permendiknas No 6/2008 yang menegaskan bahwa tugas penerimaan mahasiswa ada di tangan rektor masing- masing PTN.

Dengan demikian, seharusnya pelaksanaan seleksi mahasiswa baru boleh ditangani sendiri atau bekerja sama dengan rektor universitas lain atau dengan melibatkan pihak ketiga. ”Masalahnya,SPMB harus tetap menjamin adanya kemudahan bagi calon mahasiswa untuk mendaftar ke universitas manapun,”ujarnya.

Hingga pukul 22.00 Wita tadi malam,pertemuan tertutup di Hotel Westin, Nusa Dua,Bali tersebut belum berakhir. Dari kalangan rektor, hadir Herry Suhardiyanto (IPB), Fasikh (Unair), Susilo Wibowo (Undip), Priyo Suprobo MS (ITS), Sugeng Mardiyono (UNY), dan Pembatu Rektor II Unesa Nurhasan.

Selama ini,kata Fasli,pendapatan panitia di PTN dari SPMB disetor ke panitia pusat terlebih dahulu baru kemudian dibagikan ke PTN. Meski demikian,keberadaan panitia bersama tetap diperlukan untuk mengatasi masalah pendaftaran lintas wilayah dan lintas PTN, mengatasi kualitas soal, dan pemeriksaan soal.

Panitia bersama juga akan mengatur komponen biaya yang bersifat lintas PTN. Untuk itu, ia menilai tetap perlu adanya perhimpunan SPMB yang selama ini sudah berpengalaman mengelola SPMB. Fasli menambahkan, pihaknya juga berencana membuat pertemuan dengan kelompok pro Perhimpunan SPMB Nusantara, Jumat (14/3).

Selain itu,akan dilakukan juga konsultasi dengan Departemen Keuangan, Kamis (13/3) mendatang. ”Soal keuangan akan disesuaikan dengan ketentuan PNBP dengan pola swakelola, dimana uang masuk ke rekening masing–masing rektor kemudian masuk ke kas negara dan untuk pembelanjaan di-usulkan ke Menteri Keuangan,” tuntasnya.

Sebelumnya, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Sugeng Mardiyono di Yogyakarta mengatakan, Dirjen Dikti memanggil para rektor dari 41 PTN itu untuk mendengar langsung penjelasan mengenai hal tersebut, termasuk hasil pertemuan 41 PTN di Surabaya, akhir pekan lalu.

Menurut dia,sebenarnya para rektor dari 41 PTN yang mengancam akan memboikot SPMB 2008 tersebut, pada prinsipnya, menilai SPMB memiliki nilai positif. Tetapi,kata Sugeng,hasil pertemuan 41 PTN di Surabaya pekan lalu juga memiliki pandangan lebih maju dan lebih baik mengenai perkembangan dan pelaksanaan SPMB.

”Kami sebenarnya tidak ingin memboikot SPMB, dan kami memiliki ide serta pandangan yang menurut kami lebih bagus dibandingkan pelaksanaan SPMB selama ini,” katanya. Menurut dia,jika ada yang tidak sepaham mengenai pelaksanaan SPMB, itu wajar.

”Kami berharap masalah ini atau polemik tentang SPMB tidak berkepanjangan, karena apabila berlarut-larut dikhawatirkan justru membuat bingung dan meresahkan masyarakat,” katanya. (ni komang erviani/ miftachul chusna/ant)

Selasa, 11 Maret 2008

SPMB 2008 Ditinjau Ulang

Koran Seputar Indonesia - Selasa, 11/03/2008

NUSA DUA(SINDO) – Mendiknas Bambang Sudibyo menyatakan akan meninjau ulang seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) 2008.

”Permasalahannya mereka (para rektor PTN) menolak atau menyatakan diri keluar, tetapi hal itu merupakan kebijakan pemerintah untuk melakukan peninjauan kembali,” kata Mendiknas saat menghadiri pertemuan Menteri Pendidikan Sembilan Negara (E-9) di Hotel Westin, Nusa Dua,Bali,kemarin.

Seperti diberitakan, 41 perguruan tinggi negeri (PTN) menolak SPMB 2008 jika masih ditangani Perhimpunan SPMB Nusantara. Penolakan ini merupakan hasil kesepakatan pertemuan rektor di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya Minggu (9/4) lalu.

Mereka beralasan, pelaksanaan SPMB oleh Perhimpunan SPMB tidak transparan karena uang pendaftaran calon mahasiswa masuk ke perhimpunan, bukan kas negara sesuai Keputusan Presiden (Keppres) 80/ 2003 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Mereka lantas menyepakati ujian masuk perguruan tinggi nasional (UMPTN). Mendiknas membenarkan keluhan tersebut.Dia mengakui memang ada proses dalam pelaksanaan SPMB yang kurang sesuai Keppres No 80/2003. Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Depdiknas Fasli Jalal mengatakan, pemerintah segera melakukan pertemuan dengan semua rektor PTN se-Indonesia untuk meninjau ulang pelaksanaan SPMB.

”Diharapkan akan keluar keputusan terbaik dari Dirjen Dikti yang intinya bisa diterima semua pihak,”katanya. Menurut dia, kegiatan SPMB sepenuhnya tanggung jawab setiap rektor PTN.”Boleh melakukan sendiri atau kelompok. Itu terserah rektor. Tetapi,dalam konteks keputusan rektor PTN seluruh Indonesia,”tuturnya.

Menanggapi hal itu,Wakil Ketua Komisi X DPR Didik J Rachbini mengusulkan penerimaan seleksi mahasiswa baru dilakukan di kampus masing- masing. Menurutnya,hal itu dapat membuat setiap PTN lebih mudah menyaring calon mahasiswa.

”SPMB secara nasional sebenarnya tidak perlu ada. Biarlah setiap universitas menyelenggarakan sendiri-sendiri. Biar nggak ngerepotin,”katanya. Sementara itu, dua perguruan tinggi di Sulsel, Universitas Hasanuddin (Unhas) dan Universitas Negeri Makassar (UNM), belum mengambil sikap terkait penolakan SPMB 2008. Rektor Unhas Prof Dr Idrus Paturusi yang dihubungi SINDO tadi malam berharap polemik ini segera dituntaskan guna mendapatkan solusi yang lebih baik.

”Jadi, kami akan menunggu petunjuk dari Dirjen Dikti,” kata Idrus. Sikap yang sama juga disampaikan Pembantu Rektor Bidang Akademik UNM Prof Dr Anwar Pasau.Apalagi, sebelum pertemuan Surabaya yang menghasilkan rekomendasi penolakan 51 PTN terhadap SPMB,pihaknya telah lebih dulu menandatangani persetujuannya di Jakarta.

Rektor Universitas Indonesia (UI) Gumilar Sumantri memastikan tetap ikut SPMB seperti tahun lalu yang diselenggarakan Perhimpunan SPMB Nusantara. Selain efisiensi, pelaksanaan SPMB dinilai positif karena mempererat keutuhan dan integrasi bangsa.

”Siswa dari Aceh hingga Papua dapat ikut tes untuk kuliah di UI di tempatnya masing-masing,”ujarnya. Hal senada dilontarkan Wakil Rektor I Universitas Airlangga M Zainuddin. Dia tidak mempersoalkan sistem SPMB. (rendra hanggara/ haryuna rahman/kukuh/ni komang erviani/fahmi faisa)