Google
 

Senin, 09 Mei 2005

Perempuan Pasar juga Bergelut dengan IMS

Ibu-ibu, perlu nggak pakai kondom kalo “main” sama bapak?” tanya dokter Sari pada sejumlah perempuan yang bekerja di pasar dalam diskusi kesehatan reproduksi di lantai IV Pasar Badung, pertengahan April lalu.

“Perlu….,” jawab Sumiati, tukang angkut setempat, lantang.
“Kenapa perlu?” balik Sari.
“Siapa tahu suami selingkuh di luar. Agar tidak kena penyakit menular seksual,” ungkap perempuan yang juga kerap menjadi guide di pasar terbesar di Bali itu, diikuti tawa renyah sejumlah rekannya.

Jawaban Sumiati langsung mendapat aplaus dari Sari dan beberapa petugas Klinik Layanan Kesehatan Reproduksi Yayasan Rama Sesana (YRS) Pasar Badung. Sari kemudian menjelaskan bahwa selain mencegah kehamilan, kondom juga berfungsi mencegah terjadinya penularan penyakit menular seksual (kini disebut dengan istilah infeksi menular seksual/IMS). “Karena sebagian besar “barang” kita ada di dalam, tidak kelihatan, makanya perlu pakai kondom untuk mencegah penularan dari suami kita,” lanjut Sari, ketua YRS.

Tak banyak pedagang yang hirau kesehatan reproduksinya. Itu terbukti dari tingginya angka kasus infensi menular seksual (IMS) dan infeksi saluran reproduksi lainnya di klinik yang didanai Bali International Woman Asosiation (BIWA), Bali Hati, Yayasan Kepeduliaan Ibu Pertiwi (YKIP), World Population Foundation (WPF), dan Annika Linden Foundation (ALF) itu.

Sejak dibuka awal Januari 2004 hinggga Februari 2005 lalu, total pasien yang berkunjung ke klinik mencapai 4.212 orang, terdiri dari 1.637 orang pasien baru dan 2.575 orang pasien kunjungan ulang.

Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap 1.055 orang, menunjukkan angka mengejutkan. Sedikitnya, 84 pasien positif menderita beberapa jenis infeksi seperti gonorrhea (GO), tanda-tanda infeksi pada mulut rahim (suspect chlamydia) 668 kasus, bacterial vaginosis 379 kasus, candidiasis vagina 312 kasus, serta tanda-tanda infeksi pada liang vagina 443 kasus.

Hasil pap smear (pemeriksaan mulut rahim) kepada 603 orang, pun sangat tinggi. Hanya 51 orang yang tidak mengalami gangguan apapun pada mulut rahim, alias normal. Sementara 465 pasien mengalami infeksi oleh bakteri atau organisme lainnya (non kanker), 58 orang mengalami kelainan yang tidak mengarah pada keganasan, sementara 20 orang mengalami kelainan yang diduga mengarah pada keganasan.

Bahkan, ada pula yang positif terinfeksi HIV/AIDS. Saat ini terdapat 3 orang dengan HIV/AIDS (Odha), semuanya datang ke klinik Pasar Badung setelah positif. “Saya juga sudah rujuk mereka untuk bergabung di Bali+ (kelompok dampingan Odha),” kata Sari. Sementara itu, layanan tes HIV/AIDS secara sukarela yang juga difasilitas Klinik YRS Pasar Badung, telah diikuti 10 orang. Sementara ini, hasil tes menunjukkan hasil negatif.

Tingginya angka infeksi saluran reproduksi di kalangan perempuan Pasar Badung, menurut Sari, disebabkan karena perilaku sehari-hari. “IMS memang tidak pandang bulu,” imbuhnya. Karenanya, pihak klinik terus melakukan sosialisasi tentang kesehatan resproduksi, baik dengan diskusi bulanan, distribusi brosur, hingga distribusi kondom. Klinik juga melakukan penjangkauan melalui petugas lapangan, serta membentuk penyuluh sebaya (peer educator) dari kalangan perempuan pasar sendiri.

Sayangnya, Klinik YRS Pasar Badung saat ini baru mampu menjangkau 1.637 orang. Padahal total populasi di Pasar Badung yang harusnya dijangkau mencapai sekitar 5.000 orang. “Kita targetkan bisa menjangkau seluruh populasi yang ada,” harap Sari. [Komang Erviani / pernah dimuat di Media HIV/AIDS dan Narkoba KULKUL Edisi 4, Mei 2005]

Tidak ada komentar: