Google
 

Jumat, 09 September 2005

Ketika Siswa jadi Informan

Sekitar 100 siswa SMP dan SMA se-Denpasar berkumpul di Mapoltabes Denpasar akhir Agustus lalu. Siang itu mereka akan dilantik sebagai anggota patroli keamanan sekolah (PKS). Gaya mereka macam-macam. Ada yang semangat, ogah-ogahan, ada juga yang cuek bebek.

Beberapa hari sebelumnya, mereka mendapat pelatihan sejak 8 Agustus lalu. Latihan selama 2 jam per hari selama 3 minggu itu, tak sepenuhnya direspon positif para siswa. Aba-aba sang instruktur seringkali seolah diabaikan oleh sebagian siswa.
Alhasil, 37 siswa dari total 137 siswa tak lolos pelatihan itu. Hanya 100 siswa dari 12 SMP dan SMA di Denpasar, yang dilantik sebagai anggota PKS oleh Poltabes Denpasar, 27 Agustus lalu. Setelah dilantik, anggota PKS itu diharapkan bisa melaksanakan tugas di sekolah masing-masing. Tak sekadar menyeberangkan teman, mereka juga diharapkan membantu polisi untuk menelusuri peredaran narkoba di sekolah. Luar biasa bukan?

Selain diajari cara kerja polisi lalu lintas dan teknik bela diri, siswa juga diajari tentang narkoba, serta teknik-teknik intelejen menelusuri peredaran narkoba. Karenanya, pelajaran-pelajaran intel dan reserse juga diajarkan pada mereka.
Pembentukan polisi sekolah dimaksudkan untuk membangun community policing, salah satu strategi pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat oleh Polri. Konsepnya berawal dari keterbatasan jumlah personel polisi sehingga disadari pentingnya dukungan masyarakat.

Sejauh mana kinerja polisi sekolah ini nantinya, dan siapkah para siswa melaksanakan tugas-tugas yang akan dibebankan kepadanya? Komang Erviani dari Kulkul mewawancarai Kapoltabes Denpasar Kombes Pol. Dewa Parsana dan siswa SMA Negeri (SMAN) 1 Denpasar yang menjadi salah satu personil polisi sekolah, Putu Bagus Maha Paradipa.


Putu Bagus Maha Paradipa:
Harus Ada Kesadaran Sendiri

“Saya tahu sedikit tugas patroli keamanan sekolah (PKS). Kalau pagi-pagi, bantu teman-teman ngatur lalu lintas. Kalau ada kecelakaan, kita juga bantu. Selain itu belum tahu. Kalau saya disuruh mengawasi teman yang kira-kira pakai narkoba, saya harus siap. Kalau soal narkoba, saya kira nggak ada di sekolah saya. Tapi rokok memang banyak. Hampir semua cowok di sekolah itu perokok. Kalau saya disuruh mengingatkan teman yang make narkoba, saya sih mau aja. Tapi nggak bisa saya sendiri. Harus ada dari kesadaran mereka sendiri. Kalau lihat orang make, kita harus cegah sebelum terlambat. Kita ngelarang dia make, atau nggak kita laporin ke guru. Yang jadi masalah anak sekolah sekarang kan pergaulan, kayak pacaran gitu. Sekarang ini sudah terlalu bebas. Selain itu juga ada perkelahian antar pelajar.
Awalnya saya juga nggak tahu kalau mau dijadiin polisi sekolah. Sebelumnya setiap ketua kelas 1 disuruh datang ke Poltabes. Belum tahu acaranya apa. Saya kira ceramah-ceramah tentang lalu lintas aja. Sampai di sini (Poltabes) ternyata ada kegiatan lapangan. Agak kaget sih. Senang malah, karena memang cita-cita saya jadi polisi. Kalo capek sih iya. Soalnya paginya sekolah, istirahat sebentar di rumah, sorenya lagi ke sini. Ya, lumayan capek. Tapi cari pengalaman juga.”

Kombes Pol. Dewa Parsana:
Kita Akan Memolisikan Masyarakat

“Polisi sekolah kita harapkan menularkan kepada teman-temannya menjaga keamanan di sekolahnya. Paling tidak, bisa mengingatkan temannya karena sudah dapat informasi pengetahuan tentang mana yang baik, mana yang buruk. Mana yang melanggar hukum, mana tidak. Begitu kurang lebih.

Melihat perkembangan dalam rangka community policing, kita akan kembangkan baik di desa ataupun di sekolah-sekolah. Kita akan coba memolisikan masyarakat. Pemolisian yang berorientasi pada masyarakat. Di desa akan kita buat polisi-polisi desa yang kita beri nama bantuan keamanan desa (bankamdes). Kalau ke sekolah-sekolah, kita buat polisi sekolah untuk menertibkan intern sekolah.

Tujuannya, pertama untuk pembinaan generasi mudanya agar mempunyai pengetahuan tentang kepolisian. Kedua, sasaran kita itu yakni memerangi narkoba. Jadi dia akan mendeteksi, karena di sini diajari pengetahuan tentang pendeteksi penyelidikan. Dengan koordinasi dengan kepala sekolahnya, dia mungkin dapat merazia teman sekolahnya. Jadi tidak perlu lagi polisi “menyerbu” ke sekolahan. Nanti takut dia. Antipati sama polisi jadinya.

Kalau dulu memang sudah ada. Yakni patroli sekolah. Tapi hanya bertugas menyeberangkan anak sekolah. Jadi dari pertemuan guru-guru, mereka diharapkan bisa jadi polisi di sekolahnya. Silahkan, dengan cara memeriksa, mendengarkan, mengintip, atau bagaimana lah. Menyelidiki lah. Selain itu, kalau ada pertandingan, kan sering ada perkelahian, nah dia lah yang bertugas mengamankan nantinya. Jadi ini memang dari kebutuhan sekolah, tapi kita (Poltabes) yang memberikan motivasi.”

Masalah Narkoba (Seharusnya) PKS Bisa

Tahun ini sebenarnya bukan tahun pertama program polisi sekolah Poltabes Denpasar. Keseratus polisi sekolah baru itu justru termasuk angkatan ketiga. Sebelumnya, sejak dua tahun lalu, Poltabes telah membentuk polisi sekolah di dua sekolah, SMAN 7 Denpasar dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 2 Denpasar. Konsepnya tak jauh beda yaitu dengan konsep community policing.

Konsep community policing dilaksanakan atas dasar Undang-undang (UU) No 2 tahun 2002. Dalam beberapa pasalnya, community policing disebut sebagai aktivitas bidang preventif. Tak hanya di lingkup anak-anak, pemuda, remaja, dan kelembagaan. Community policing juga dibangun di lingkup masyarakat yang tergabung dalam organisasi masyarakat atau sosial politik (ormas/orsospol). Community policing pada akhirnya merupakan salah satu strategi mewujudkan situasi kamtibmas yang kondusif, tegaknya supremasi hukum, dan menjunjung tinggi HAM.

Berdasarkan komitmen Polri sesuai buku biru tahun 1999, dasar community policing adalah konsultasi dan kerjasama antara masyarakat dan kepolisian. Tujuannya untuk mendapat legitimasi/dukungan masyarakat, meningkatkan akuntabilitas, mengidentifikasi masalah dan memecahkan secara bersama-sama. Juga untuk membina hubungan kepolisian dan masyarakat sebagai mitra dengan menggunakan metode persuasi, penyuluhan, dan peringatan secara optimal oleh kepolisian.

Dalam konsep community policing, kekuatan fisik diharapkan menjadi langkah terakhir. Ke depan polisi diharapkan menjadi lembaga yang menegakkan hukum melalui cara damai dan kerjasama.

Meski masuk angkatan ketiga, polisi sekolah yang terbentuk 2005 ini sama sekali berbeda dengan sebelumnya. Pasalnya, tugas polisi sekolah tak hanya dibatasi pada kegiatan lalu lintas, tapi juga penanggulangan penyalahgunaan narkoba. Menurut Kanit Pendidikan dan Rekayasa, Satlantas Poltabes Denpasar yang bertindak sebagai instruktur, AKP I.B. Budiasa, polisi sekolah nantinya akan menjadi informan di sekolahnya.

Kepolisian akan membangun jaringan khusus dengan pihak sekolah, untuk penyampaian temuan-temuan mereka. “Jadi kalau mereka menemukan temannya pakai narkoba, mereka bisa lapor ke guru BP, nanti gurunya itu yang akan menghubungi kami,” ungkapnya.

Cita-cita membentuk intel narkoba di sekolah, memang sebuah langkah hebat. Namun pertanyaannya kemudian, apakah semua siswa sudah memahami beban tugas mereka yang diharapkan oleh Poltabes? “Tugas kita nanti paling nyebrang-nyebrangin orang waktu pulang sekolah,” ungkap salah seorang polisi sekolah yang mendapat sertifikat kelulusan. [Komang Erviani / perna dimuat di Media HIV/AIDS dan Narkoba KULKUL Edisi 8, September 2005]

Tidak ada komentar: