Google
 

Selasa, 17 Januari 2006

Kejar Turis Sampai Negeri Cina

Penawaran paket door to door ternyata jauh lebih efektif untuk garap pasar Cina, ketimbang promosi lewat pameran. Proteksi pemerintah Cina kepada warganya jadi hambatan.

Potensi wisatawan Cina untuk pariwisata Bali baru mulai terlihat sejak sekitar tahun 2001. Sebelumnya, sebagian besar wisatawan domestik dari Indonesia yang justru berkunjung ke negeri tirai bambu itu. Meski demikian, bukan hal mudah bagi travel agent di Bali menggarap pasar Cina. Tak heran, tak ada satu pun travel agen yang berani berkonsentrasi pada satu pasar ini. Ada 19 travel agent yang terdaftar aktif di ASITA Bali yang menggarap pasar Cina. Namun semuanya menggabungkan pasarnya dengan wisatawan Taiwan, Jepang, Korea, dan lainnya.

Ada banyak sekali kendala yang dihadapi untuk serius mendatangkan wisatawan Cina ke Bali. Sales Manager Inbound PT. Dwidaya Tour & Travel, Aling, menjelaskan salah satu masalah mendasarnya adalah aplikasi visa yang masih sulit. Tak hanya memakan waktu lama karena prosedur di kedubes RI yang terlalu berbelit, biaya yang dikeluarkan juga biasanya cukup tinggi, lebih dari ketentuan yang seharusnya.Keluhan-keluhan semacam itu seringkali disampaikan wisatawan Cina kepada travel agent di Bali. Belum lagi saat pemohon visa adalah perempuan muda, biasanya sulit dapat visa karena dicurigai akan menjadi penjaja seks komersial (PSK) di Indonesia.

Pemerintah Cina sendiri juga cenderung terlalu protektif terhadap warganya yang akan bepergian. Sehingga walaupun pemerintah Indonesia telah memberikan fasilitas Visa on Arrival kepada wisatawan Cina yang berkunjung ke Indonesia, namun pemerintah Cina tetap tak mau gegabah membiarkan warganya berkunjung ke Indonesia. Banyak persyaratan yang harus dipenuhi.

Untuk menggaet wisatawan Cina, Aling mengaku tak banyak dibantu pemerintah. "Pemerintah kayaknya lagi sibuk ya,"jelasnya dengan nada menyindir. Pihaknya justru melakukan promosi sendiri, seperti ikut berpromosi di ajang Cina International Travel Mart (CITM) pada November setiap tahunnya. Tapi, sudah 2 tahun ini pihaknya tidak ikut even tersebut, karena respon masyarakat Cina terhadap pameran itu sangat kurang. Promosi dengan sales call door to door, belakangan dirasakan lebih efektif. Agar wisatawan tertarik, pihaknya biasa membuat paket-paket perjalanan yang menarik. Kisaran waktunya rata-rata 5 hari 4 malam. "Wisatawan Cina biasanya memang datang sekitar 5 hari, nggak lebih,"jelasnya. Dengan menawarkan paket melalui travel agent di Cina, hasilnya ternyata jauh lebih bagus. Saat ini, ada lebih dari 10 travel agent di Cina yang sering memberikan tamunya kepada Dwidaya.

Paket yang ditawarkan, tentunya disesuaikan dengan minat mereka. Wisatawan Cina umumnya berbeda dengan pasar lain seperti Taiwan. Apalagi warga Cina yang tinggal di kota-kota besar seperti Beijing. Tipikalnya hampir sama dengan wisatawan Jepang, yakni bisa berbahasa inggris. Ini beda dengan wisatawan Taiwan yang umumnya tak bisa berbahasa Inggris. Sebagian wisatawan Cina juga masih suka chinesse food. Namun ada juga yang suka mencoba makanan khas Bali. Wisatawan Cina umumnya suka wisata petualangan speerti cruise atau rafting. Mereka tidak terlalu suka diajak berbelanja, kecuali untuk produk kerajinan yang benar-benar khas. Mereka sangat memperhatikan kualitas, karena di negara mereka sudah ada banyak sekali pilihan produk. Wisatawan Cina juga tidak suka menonton kesenian khas Bali, barong, karena dirasa mirip dengan kesenian di negaranya. "Ada sih yang senang karena ingin membandingkan. Tapi banyak juga yang bilang, ini kan juga ada di negara saya,"cerita Aling. Tak hanya itu, wisatawan Cina umumnya suka pantai. Luasnya daratan Cina membuat mereka jarang bisa menikmati keindahan pantai di negaranya. Suasana Bali dan masyarakatnya yang ramah, juga banyak menjadi alasan kedatangan mereka ke Bali. "Katanya sih, udara di sini bagus, kebudayaannya juga beda,"jelas Aling.

Penawaran paket bagi wisatawan Cina, disesuaikan dengan momen liburan di negara tersebut. Umumnya, wisatawan Cina mempunyai empat musim berliburan. Yakni saat Chinese New Year, liburan nasional setiap 1-7 Mei, liburan pada bulan Agustus, serta libur hari kemerdekaan Cina, 1-7 Oktober.

Dari segi harga, pasar Cina tak terlalu mengecewakan. Setidaknya, harganya lebih tinggi dari pasar Taiwan. Dwidaya yang juga menggarap wisatawan domestik, Malaysia, Thailand, Singapura, dan Belanda, umumnya menjual paket wisata untuk wisatawan Cina berkisar 130 dolar AS sampai 300 dolar AS, tergantung fasilitas yang diminta. Tahun ini, sampai Oktober, Dwidaya telah menggarap tamu Cina yang inbound di Bali sebanyak 266 orang, turun sekitar setengahnya dari kondisi tahun-tahun sebelumnya. Penurunan diakui terjadi karena banyaknya masalah keamanan yang terjadi paska tragedi bom Bali 2002 lalu. "Waktu tahun 2003 sempat bagus. Tapi kemudian ada bom di Jakarta, terakhir ada bom lagi di Bali. Jumlahnya turun terus,"jelas Aling. Wisatawan Cina memang cenderung sensitif terhadap berbagai persoalan.

Kebanyakan tamu Cina yang datang secara sendiri-sendiri (free individual traveler/FIT), datang menggunakan visa pemerintah. Itu karena sebagian besar dari mereka memang datang untuk tugas kunjungan kerja dari pemerintahnya, sambil berwisata. "Kalau yang grup, umumnya memang khusus untuk berlibur,"jelas Aling.
Satu hal yang harus selalu dipegang travel agent Cina, jangan pernah membohongi mereka. Apalagi karena proteksi pemerintah Cina kepada warganya sangat ketat. "Kalau mereka ngerasa dibohongi, mereka akan tulis surat. Kalau nggak direspon, mereka mengadu ke pemerintahnnya. Jadi kalau ada protes sampai ke pemerintah, travel agen yang mengirim akan dikenakan sanksi,"tutur Aling. [Komang Erviani / pernah dimuat di Majalah GATRA, 2006]

Tidak ada komentar: