Google
 

Senin, 09 Januari 2006

Merawat Odha di Rumah, Why Not?

Ayu, bukan nama sebenarnya, 17 tahun, dengan tegas mengatakan tak takut merawat sang ibu yang telah diketahui terinfeksi HIV sejak setahun lalu. “Kalau pas ibu luka, saya biasa bersihin lukanya. Nggak takut. Kan orang tua sendiri,”cerita Ayu. Hal yang sama yang pernah dilakukan Ayu kepada sang ayah yang pada tahun baru setahun lalu meninggal, diduga karena HIV. “Waktu itu ada jerawat-jerawat besar di kepala bapak. Kalau jerawatnya berdarah, saya sama ibu nempelin obat Bali,” lanjut Ayu. Kebetulan, ketika sang ayah sakit selama hampir 2 tahun, sebelum akhirnya meninggal, ibunya masih sehat dan tidak mengetahui status HIV-nya. Baru setelah ayahnya yang seorang guide meninggal, ibunya jatuh sakit dan hasil tes menyatakannya HIV positif. “Waktu bapak meninggal, hasil tes darah bapak belum sempat diketahui. Keburu meninggal,” jelas cewek yang sekarang harus mengelola penginapan milik keluarga sambil tetap bersekolah itu.

Sikap Ayu memang patut diacungi jempol. Tapi, apa Ayu tahu cara penularan virus HIV yang ada dalam tubuh ayah (almarhum) dan ibunya? “Waktu itu saya tidak tahu penularannya,”jawabnya jujur dalam diskusi kelompok pada acara pelatihan perawatan Odha di rumah yang dilaksanakan Yayasan Citra Usadha Indonesia (YCUI), 27-28 Desember lalu di Lovina, Buleleng.

Pendampingan terhadap orang dengan HIV/AIDS (Odha), merupakan hal penting dalam meningkatkan kualitas hidup mereka. Namun pada banyak kasus, perawatan Odha di rumah seringkali tidak dilakukan dengan optimal. Di satu sisi, banyak pendamping Odha yang tidak paham tentang kenyamanan yang diharapkan Odha, juga tentang pengaturan gizi, gejala-gejala infeksi, dan tindakan obat. Di sisi lain, banyak juga pendamping Odha yang tidak waspada pada kemungkinan penularan virus itu kepadanya.

Dalam pelatihan yang diikuti 18 Odha dan pendamping Odha tersebut, terungkap bahwa banyak pendamping Odha yang belum memahami cara perawatan yang benar, hingga cara penularannya. Komang misalnya. Pria asal salah satu desa di Buleleng itu mempertanyakan apakah HIV bisa menular melalui kamar mandi. “Kalau pakai satu kamar mandi, bisa menular nggak?” tanyanya polos. “Harus diingat, HIV Cuma menular lewat darah, cairan kelamin, dan air susu ibu,” jawab Rico, fasilitator dari YCUI.

Dalam pelatihan yang diikuti peserta dari Buleleng dan Jembrana itu, sengaja digunakan konsep belajar kelompok. 18 peserta dibagi dalam empat kelompok yang berdiskusi tentang pengalaman mereka, sebelum kemudian diberikan penegasan dalam pleno. Selain menyamakan persepsi, para peserta juga diperkenalkan dengan perangkat yang berhubungan dengan keperawatan. Supaya mereka tidak terkejut, semisal di rumah sakit paramedis memakai masker dan selop tangan sebagai bagian dari kewaspadaan dini. [Komang Erviani / pernah dimuat di Media HIV/AIDS dan Narkoba KULKUL Edisi 12, Januari 2006]

Tidak ada komentar: