Google
 

Rabu, 09 Maret 2005

Mengabdi Setelah Keluar Masuk Jeruji

Tak sedikit jebolan Lapas Kerobokan yang kini justru jadi aktivis. Bukti bahwa ketergantungan pada narkoba bisa dipulihkan

Hanya dalam waktu beberapa bulan setelah bebas dari jeruji LP Klas II A Kerobokan, Dhayan Dirgantara, 31 tahun, kembali lagi pada akhir 2001. Penampilan yang berubah 180 derajat, kontan membuat rekan-rekan satu selnya dulu merasa kaget. Mereka seakan tak percaya, Dhayan yang dulu seorang residivis pengedar narkoba, khas dengan rambut gondrong dan celana belel, berubah menjadi seorang yang rapi. Tubuhnya pun tak lagi ceking seperti dulu.

Kedatangan Dhayan ke LP untuk kesekian kalinya itu, bukan lagi untuk “menginap” di sana, atau bahkan membawa narkoba untuk teman-temannya. Sebaliknya, Dhayan justru datang membawa misi membantu mereka agar lepas dari jeratan narkoba. Ia ingin memperlihatkan perubahan dalam dirinya, setelah menjauhi barang-barang haram tersebut.

Dhayan memang satu diantara beberapa jebolan Lapas Kerobokan yang bisa dibilang sukses. Tak hanya sukses melepaskan diri dari jeratan narkoba, ia kini bahkan menjadi aktivis bidang penanggulangan penyalahgunaan narkoba dan HIV/AIDS. Seminggu sekali, hingga pertengahan tahun 2002, ia rutin datang ke lapas. Terakhir, ia dipercaya menjadi Koordinator Jaringan ODHA (orang dengan HIV/AIDS) se-Bali dan menjadi salah seorang perwakilan Indonesia untuk Jaringan ODHA se-Asia Pasifik.

Dhayan menyadari, kedatangannya ke lapas untuk misi yang sama sekali berbeda dengan sebelumnya, menimbulkan opini berbeda di antara warga binaan setempat. Bahkan ada anggapan bahwa kedatangannya karena dibayar mahal. “Jelas, dalam 100 orang ada 100 opini berbeda. Tapi itu tidak perlu kita pusingkan,” tegasnya. Sebagai sesama pecandu, Dhayan mengaku paham betul dengan apa yang dirasakan rekan-rekannya. Ia menyadari betul kalau seorang pecandu tidak bisa dipaksa untuk meninggalkan narkoba. Karena itu, gerakannya lebih pada upaya memperlihatkan perubahan nyata dalam dirinya sendiri, sehingga timbul keinginan sendiri dari rekan-rekannya untuk melepaskan diri dari narkoba.

Disadari, upaya lepas dari narkoba bukanlah langkah mudah. Diperlukan dorongan yang alamiah dari dalam diri sendiri. Dhayan memang tak perlu membaca buku atau mencari data di internet untuk tahu beratnya narkoba. Sejak remaja, Dhayan sudah “terbius” oleh kenikmatan sesaat yang ditimbulkan narkoba. Setelah Jakarta, ia merambah Bali untuk mengedarkan barang-barang haramnya. Ruang tahanan Poltabes (dulu Polres Badung) dan LP Kerobokan, bolak-balik dikunjunginya. Namun penahanannya tak lama. Dengan uang tebusan yang dibayarkan oleh rekannya sesama pengedar, ia bisa dengan cepat kembali ke lingkungannya. “Itu juga karena dulu hukumannya memang masih ringan. Cuma dijerat UU Kesehatan,” jelasnya.

Puncaknya, pada tahun 2000, ia tertangkap membawa 1 gram putaw. Kali ini dia jerat peraturan yang serius, UU Narkotika, dan dijerat hukuman 12 bulan. Dhayan mengaku sempat sakaw saat berada di tahanan Polres Badung. Namun dengan modal Rp 20 ribu yang didapat dari memalak tahanan baru, ia berhasil menyogok petugas untuk secepatnya dikirim ke Lapas Kerobokan. Menurut pengakuan Dhayan, narkoba berbagai jenis biasanya menjadi suguhan “welcome drink” bagi tahanan baru di lapas. “Itu sudah biasa, kalau ada junkie yang ketangkap, cepat menyebar. Nanti di lapas pasti nyiapin untuk welcome drink. Makanya kita justru biasanya ingin cepat-cepat ke lapas,” akunya.

Hingga menghuni lapas, Dhayan mengaku tak pernah terpikir untuk meninggalkan narkoba. Ada 1001 cara yang ditempuh, sekadar untuk mendapatkan barang-barang tersebut. Pengamanan di lapas tak cukup menakutkan bagi Dhayan. Kadang beberapa teman mengiriminya lewat rokok, kadang juga lewat bola tenis yang dilemparkan dari luar lapas. “Biasanya kita janjian. Olahraga di lapangan ini jam segini. Pas olahraga, langsung deh ada bola tenis terbang dari luar.”

Menurut Dhayan kesadarannya justru muncul dari seorang teman bulenya.Sang teman yang dulunya juga pemakai, menunjukkan betapa dirinya mampu lepas dari jerat narkoba dan menikmati hidup yang lebih baik. Sang teman itulah yang kemudian mengajaknya ke tempat rehabilitasi, dan kemudian mengajaknya bergabung dengan narcotics anonymus (istilah untuk forum sharing antar pecandu).

Keluar dari jerat narkoba, memang bukan hal yang mudah. Hal itu diakui juga dokter langganan pecandu, dr. Denny Thong. Menurut Denny, narkotika pada dasarnya merupakan suatu zat yang dihasilkan pohon candu (papaver somniferum). Tanaman ajaib tersebut mengeluarkan banyak sekali zat berguna yang hingga kini kerap digunakan oleh dokter. Namun zat tersebut belakangan banyak digabungkan dengan obat-obatan buatan manusia agar memberi kemampuan lebih. Akibatnya, nama narkotika belakangan meluas menjadi narkoba dan napza.

Pada dasarnya, jelas Denny, narkoba berefek pada otak, yakni membuka “mulut-mulut kecil” (reseptor) yang selalu minta dipenuhi. “Ini yang menyebabkan kecanduan,” jelasnya. Namun kecanduan yang ditimbulkan bisa dalam dua hal, yakni kecanduan fisik dan kecanduan psikis. Kecanduan psikis hanya berupa perasaan tidak enak secara perasaan, bila tak menggunakannya. Namun kecanduan fisik bisa menimbulkan sakit secara fisik. Terlebih bila pengguna mengalami sindroma putus obat (with drawal syndrome), atau umum disebut sakaw.

Dijelaskan, semua narkoba pada umumnya dapat menimbulkan rasa enak, sehingga semua narkoba bisa menyebabkan kecanduan psikis. Hanya beberapa jenis narkoba yang bisa menimbulkan efek kecanduan fisik seperti heroin atau putaw. Berbeda dengan ekstasi yang bisa menimbulkan efek kecanduan psikis, seperti halnya merokok. Namun belakangan, putaw sudah banyak berkembang hingga mempunyai zat adiktif 30 kali lebih cepat dibandingkan candu. Efeknya candunya yang sangat cepat, juga membuatnya cepat hilang. Oleh karena itu, seseorang yang kecanduan putaw, bila ingin berhenti harus mampu menghilangkan rasa sakaw.

Dalam kondisi menguntungkan, seorang pencandu pada dasarnya bisa melepaskan diri dari kecanduan fisik hanya dalam satu minggu. Tetapi yang sulit adalah melepaskan diri dari kecanduan psikis. Sugesti selalu muncul dalam diri pecandu, hingga harus waspada setiap saat. Kecanduan psikis tak pernah bisa dilepaskan, dan akan selalu dibawa seumur hidup.
Sugesti yang selalu muncul, membuat pecandu narkoba seringkali mengalami sindroma pintu berputar (revolving door syndrome). Rasa ketagihan umumnya muncul berpuluh-puluh kali. Namun yang paling memegang peranan dalam upaya melepaskan diri dari narkoba umumnya adalah keluarga, relasi dekat, dan agama. Tak jarang pula yang justru melepaskan diri dari narkoba karena menyadari usia yang sudah tua, atau karena bosan.

Denny memperingatkan kepada siapapun untuk tidak pernah mencoba narkoba. Pasalnya, pemakaian narkoba juga berakibat pada hubungan sosial, ekonomi, dan kriminal. “Memang sangat dianjurkan, jangan sekali-kali mencoba bila tidak ingin dalam terowongan yang sangat panjang,” jelas staf ahli Badan Narkotika Propinsi (BNP) Bali ini. Dicontohkan, narkoba jenis heroin dapat menyebabkan penekanan pusat bernafas (over dosis/OD). Sementara ekstasi dapat menyebabkan penghentian detak jantung. Karena cara pemakaian, narkoba juga dapat menimbulkan luka-luka pada selaput lendir hidung akibat menghisap, infeksi pada paru-paru, serta timbulnya luka-luka pada kulit dan pembuluh darah karena suntik.

Kini lebih dari 50 persen kasus HIV/AIDS di Bali terjadi pada pengguna narkoba suntikan. Beberapa dari mereka berada di Lapas. Pokja Lapas bekerja sama dengan “alumni” Lapas itu kini bekerja keras agar tak menyebar luas. [Komang Erviani / pernah dimuat di Media HIV/AIDS dan Narkoba KULKUL Edisi 02, Maret 2005]

Tidak ada komentar: