Google
 

Sabtu, 09 Juli 2005

Orang-Orang Dekat Mereka..

Aksi penyamaran para pemberantas narkoba ternyata justru menjauhkannya pada lingkungan mereka yang sebenarnya. Keluarga dan orang dekat mendapat porsi waktu yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan dunia gemerlap (dugem), pengguna, pengedar, dan bandar narkoba. Uang belanja yang sudah diserahkan kepada istri pun kerap dipinjam kembali untuk melakukan transaksi-transaksi narkoba.

Gelisah dirasakan Mery, bukan nama sebenarnya, malam itu. Pikirannya kalut, perasaannya was-was. Tak seperti biasanya, hari itu suaminya tak pulang tanpa memberi kabar. Tak ada SMS ataupun telepon yang mengabarkan keberadaan sang suami.

“Ma, bapak kemana? Kok belum pulang,” tanya si kembar pada Mery. Rupanya, anak ketiga dan keempat buah pernikahannya dengan sang suami itu juga tak tenang karena ayahnya tak pulang. “Bapak kerja nak,” jawab Mery, mencoba menenangkan putranya.

Mery yang bersuamikan seorang anggora reserse narkotika bernama Wanda, bukan nama sebenarnya, memang sudah terbiasa ditinggal berhari-hari oleh sang suami. Selama ketidakpulangan suami karena urusan pekerjaan, Mery tak pernah protes. Maklum, Mery yang juga anggota kepolisian sudah tahu betul bagaimana beratnya bekerja di bagian narkoba .

Meski tak pernah merasakan sendiri, namun kesibukan kerja tanpa mengenal siang malam di bagian narkoba sudah menjadi rahasia umum sesama anggota polisi. Itu pula yang membuat Mery jarang terusik oleh gosip-gosip dari tetangga meski suami jarang pulang. Tak jarang ada pertanyaan dari tetangga tentang keberadaan sang suami. Namun karena para tetangga juga keluarga polisi, umumnya mereka sudah mengerti. “Biasanya tetangga sekadar tanya aja, Mereka kan sudah tahu beratnya kerja di narkoba,” urai Mery.

Malam itu tak biasa bagi Mery. Wanda tak pulang tanpa memberi kabar. “Biasanya, kalau pun tidak pulang, dia pasti telpon. Ngomong sama anak-anak. Minimal SMS lah,” jelas Mery. Dalam kondisi itu, beragam pemikiran negatif seringkali terlintas dalam benaknya. Khawatir terjadi apa-apa dengan suami, khawatir sang suami kecantol dengan perempuan lain. Apalagi pekerjaan suami sangat dekat dengan hal-hal seperti itu. Pergaulan dengan para cewek orderan (CO), sebutan bagi penjaja seks, sudah biasa dalam keseharian kerja sang suami. Berkat pekerjaannya, Wanda sudah sangat akrab dengan semua CO di semua tempat karaoke di Denpasar. Dalam aksi penyamarannya, Wanda bahkan sudah dianggap sebagai preman berpengaruh yang oleh para CO lebih akrab disebut papi.

Meski ia sendiri seorang polisi wanita, Mery ketar ketir juga. “Kita kan juga perempuan biasa. Tetap ada perasaan, jangan-jangan dia punya “simpanan” di luar,” akunya. Saat pikiran-pikiran negatif itu mulai datang, Mery selalu mengatasinya dengan doa. Baginya, berserah pada Tuhan merupakan satu-satunya cara paling ampuh untuk mengusir kecurigaan-kecurigaan yang tak beralasan itu. “Kalau dia nggak telpon, mungkin sedang mengintai. Mungkin kondisinya sedang tegang,” jawab Mery optimis.

Keterbukaan Wanda kepada keluarga, memberi modal kuat bagi Mery untuk selalu percaya pada sang suami. Meski jarang pulang, Wanda selalu bercerita tentang pekerjaannya setiap punya kesempatan. Termasuk juga tentang pergaulannya dengan para CO. Pernah satu kali, seorang CO jatuh cinta pada Wanda. Pendekatan yang dilakukan CO tersebut juga cukup agresif. Malang nasib si CO, pendekatannya dengan Wanda justru membawanya ke hotel prodeo. CO yang berbodi bak peragawati itu, ketahuan memiliki narkoba dan divonis hukuman 3 tahun penjara.

Cerita-cerita Wanda tentang pekerjaannya, meski mengundang rasa cemburu, justru memperkuat kepercayaan Mery. Mery yakin sang suami tak macam-macam di luar sana. Ia keluar masuk tempat hiburan malam, bergaul dengan para CO, pengguna, pengedar dan bandar narkoba, hanya untuk melaksanakan tugasnya.
Target 10 –15 tangkapan per bulan, membuat Wanda harus jungkir balik melacak keberadaan penyalahguna narkoba untuk kemudian menangkapnya. Namun itu pun tak mudah. Wanda perlu modal banyak untuk melakukan transaksi jebakan. Alhasil, uang belanja yang sudah diserahkan kepada Mery pun kerap dipinjam kembali untuk melakukan transaksi-transaksi itu. “Tapi biasanya pasti dikembalikan. Dipinjam nggak lama kok,” jelas Mery.

Beban terberat Mery justru terjadi ketika sang suami harus dimutasi ke bagian narkoba di kabupaten. Kepergian Wanda selama sekitar 13 bulan itu, diakui cukup membuatnya tertekan. Pasalnya, ia harus mengasuh keempat anaknya sendiri. Walaupun saat bertugas di wilayah Denpasar-Badung Wanda kerap tak pulang, namun masih ada beberapa menit tiap satu atau dua hari yang digunakan Wanda untuk pulang ke rumah. Sementara saat bertugas di daerah, Wanda baru sempat pulang seminggu sekali.

Beban Mery makin berat karena pada kesempatan yang sama ia dan keluarga harus pindah rumah ke kompleks asrama polisi di luar kota. Ia juga secara kebetulan diberi tugas pengamanan di Nusa Dua. Padahal, keempat anaknya bersekolah di Denpasar. “Waktu itu berat sekali untuk saya. Saya harus jadi ibu sekaligus bapak untuk anak-anak. Tapi semua saya jalankan saja,” tandasnya.

Beruntung, sekarang Wanda sudah dipindahkan kembali ke Denpasar. Meski hanya sebagai petugas jaga, namun Mery merasa bersyukur karena ayah dari anak-anaknya sudah kembali. Tak hanya itu, porsi waktu untuk keluarga juga menjadi lebih besar. Setidaknya, Wanda kini tak perlu was-was menerima panggilan tugas saat ia mengantar Mery dan si kembar bermain ke pantai. Wanda juga kini bisa meluangkan waktunya untuk mengantarkan putrinya jalan-jalan di pusat perbelanjaan.

Pekerjaan para anggota reserse narkotika, memang sangat menyita waktu, tenaga, dan pikiran. Lingkungan di sekitar mereka sangat merasakan hal itu. Mery tak sendiri. Sinta, bukan nama sebenarnya, juga merasakannya. Perempuan yang telah berteman dengan Andi, seorang polisi narkoba, sejak masa SMA itu, sangat merasakan sulitnya menjalin hubungan pertemanan dengan Andi setelah ia menjadi anggota reserse narkotika.

Menurut Sinta, Andi kini seperti sosok yang sulit “dipegang”. Karena aksi penyamarannya, Andi kini menjadi sosok yang sangat misterius. Ia tak pernah mau memberitahu alamat tinggalnya. Tak hanya itu, menghubunginya via telepon juga bukan hal mudah. Nomor telepon genggamnya seolah berubah setiap waktu. “Saya sekarang punya 3 nomor HP-nya. Tapi ketiganya nggak aktif,” keluhnya.

Aksi penyamaran oleh para pemberantas narkoba itu, tampaknya memberi pengaruh yang sangat besar pada pergaulannya terhadap lingkungan sekitar. Meski hanya melakukan tugas, namun banyak pengorbanan yang terbukti telah mereka lakukan untuk mengurangi penyalahgunaan narkoba, menyelamatkan generasi muda dari buramnya dunia adiksi. [Komang Erviani / pernah dimuat di Media HIV/AIDS KULKUL Edisi 6, Juli 2005]

Tidak ada komentar: