Google
 

Rabu, 20 Juli 2005

Permainan Tradisional Bali, Nasibmu Kini

Meong-meongan, kini mungkin telah menjadi permainan yang asing di kalangan anak-anak Bali. Padahal dulunya, permainan itu menjadi sangat favorit. Keunikannya bahkan mampu menjadi daya tarik wisata bagi setiap turis yang datang ke Bali. Sayangnya, tak banyak tempat yang kini bisa dikunjungi turis untuk menikmati daya tarik tersebut.

SEIRING dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, permainan tradisional Bali ternyata tak mampu mempertahankan eksistensinya. Berbagai jenis permainan yang diciptakan oleh teknologi tinggi, lambat laun menenggelamkan keberadaan permainan tradisional di kalangan anak-anak di Bali.
Kondisi tersebut tak hanya membuat beberapa generasi di Bali tidak sempat mengenal permainan tradisional dalam masa kanak-kanaknya. Lebih dari itu, daya tarik wisata Bali juga semakin menurun. Pasalnya, permainan tradisional merupakan salah satu cermin budaya Bali yang menjadi daya tarik wisata bagi turis mancanegara.
Menikmati daya tarik wisata lewat permainan tradisional, kini seolah semakin 'mahal' bagi wisatawan. Tak banyak permainan tradisional anak-anak yang bisa dinikmati dengan hanya datang ke desa-desa tradisional. Mungkin hanya pada momen Pesta Kesenian Bali saja, para turis berkesempatan menyaksikan bagaimana anak-anak di Bali bermain dengan berbagai jenis permainan tradisionalnya.
Dalam masa Pesta Kesenian Bali yang digelar setahun sekali, pertunjukkan permainan tradisional memang telah menjadi agenda tetap. Secara rutin dan konsisten, berbagai jenis permainan tradisional dipertunjukkan di hadapan masyarakat. Dalam momen tersebut, antusiasme para turis terhadap permainan tradisional Bali juga tampak sangat tinggi.
Sayangnya, tak banyak momen lain yang bisa dimanfaatkan para turis untuk menyaksikan keceriaan anak-anak Bali dalam mempertunjukkan permainan khasnya itu. Itu berarti, salah satu daya tarik wisata Bali itu hanya bisa dinikmati selama satu bulan setiap tahunnya.
Padahal permainan tradisional merupakan salah satu daya tarik wisata yang sangat potensial bagi Bali. Setidaknya, pengamat ekonomi pariwisata Bali, I Nyoman Erawan, mengakui hal itu.
Menurut Erawan, permainan tradisional merupakan salah satu cermin dari keunikan Bali. Keunikan itulah yang menjadi kekuatan bagi Bali dalam mempertahankan persaingan yang mengarah ke persaingan monopolis (monopolistic competition). Persaingan ketat ditengah keunikan yang telah dimiliki Bali.
Nyaris punahnya permainan tradisional di Bali, tegas Erawan, menjadi poin yang akan cukup mempersulit Bali dalam menghadapi persaingan pasar yang monopolistik tersebut. Pasalnya, kepunahan permainan tradisional sama artinya dengan punahnya salah satu keunikan budaya yang dimiliki Bali.
Karenanya, Bali seharusnya mampu mempertahankan, sekaligus memperkenalkan keunikan-keunikannya itu kepada masyarakat internasional bila memang ingin memenangkan persaingan.
Diakui Erawan, pengembangan budaya Bali telah masuk tahap komersialisasi. Hal itu tidak terlepas dari meningkatnya kebutuhan hidup masyarakat. Kondisi itu harusnya ditanggapi dengan serius melalui penyatuan visi seluruh stakeholder pariwisata Bali.
Dijelaskan, perlu ada badan pertimbangan pengembangan pariwisata yang memasukkan semua unsure, baik industri, pemerintah dan masyarakat. Melalui badan tersebut, semua keunikan budaya Bali, termasuk permainan tradisional, harusnya mampu dipertahankan dengan tetap berkembang sinergis dengan kepariwisataan.

Mengajarkan Kemandirian, Menghilangkan Egoisme
“Jatuhnya” eksistensi permainan tradisional (dolanan anak) di Bali, tak sekedar mengurangi salah satu poin daya tarik wisata Bali. Pasalnya, permainan tradisional juga merupakan pangkal dari pelestarian kebudayaan Bali. Budayawan yang juga pakar permainan tradisional anak-anak, I Made Taro menjelaskan, permainan tradisional Bali tidak sekedar permainan yang tanpa makna.

Menurut Made Taro, memudarnya permainan tradisional tak bisa diartikan sebagai sekedar beralihnya permainan anak-anak kepada jenis permainan teknologi tinggi. Lebih dari itu, pergeseran kebiasaan masa kanak-kanak itu juga menjadi pangkal dari bergesernya mental dan fisik generasi muda Bali.

Berbagai permainan berteknologi tinggi yang kini akrab dengan anak-anak di Bali, telah membentuk pribadi-pribadi yang cenderung individual dan berpikir instan. Hal itu tidak terlepas dari jenis permainan berteknologi tinggi yang banyak menawarkan kemudahan dan kecenderungan berkompetisi dengan mesin.

Contoh sederhana, anak-anak tidak perlu mencari teman-teman sebayanya hanya untuk bermain play station. Apalagi saat anak-anak diberi kemudahan dengan menyediakan fasilitas play station itu di rumah. Akibatnya, tak banyak yang dilakukan anak-anak dalam kesehariannya, selain duduk di depan mainannya dan mencari kesenangan dengan hanya menekan beberapa tombol saja. Praktis, cepat dan tak memerlukan banyak teman sepermainan.

Berbeda dengan permainan berteknologi tinggi, permainan tradisional memberikan banyak pembelajaran bagi anak-anak yang pada akhirnya mampu membentuk pribadi yang tidak egois. Pasalnya, permainan tradisional mengajarkan anak-anak untuk selalu patuh pada aturan (hukum), tidak egois, dan mengajarkan anak untuk selalu menjalin hubungan baik dengan sesama teman. Tak ada satupun permainan tradisional yang bisa dilakukan sendirian di rumah.

Meski mengajarkan perlunya teman, permainan tradisional juga mampu mengajarkan kemandirian kepada anak. Unsur perlombaan yang banyak ditawarkan permainan tradisional, mengajarkan anak untuk selalu berusaha unggul, tanpa kecurangan. Tak hanya itu, permainan tradisional juga cenderung melatih kemampuan fisik dan mental anak-anak agar kuat menghadapi masalah dan persaingan. [Komang Erviani / pernah dimuat di Harian WARTA BALI]

Tidak ada komentar: