Google
 

Minggu, 11 Juni 2006

Benalu Teh sebagai Alternatif Retroviral

Parasit yang Bisa Jadi Penolong

Benalu. Parasit pengganggu tanaman ini seringkali membuat kita kerepotan. Pertumbuhannya yang sangat cepat, membuat tanaman kesayangan menjadi rusak. Tapi, jangan terburu-buru membuang tanaman yang menyerap makanan dari tanaman tumpangannya itu.

Benalu yang tumbuh di tanaman teh, ternyata punya khasiat luar biasa. Tiga orang mahasiswa Kedokteran Universitas Udayana (Unud), menemukan kandungan-kandungan dalam benalu teh yang dapat menjadi antiretroviral dan imunostimulator bagi orang yang terinfeksi HIV.

Wayan Citra Wulan Sucipta Putri bersama dua temannya, Nyoman Sutarsa dan Made Siswadi Semadi, mengungkap penemuan mereka melalui karya tulis berjudul Pemanfaatan Ekstrak Benalu Teh sebagai Antiretroviral dan Imunostimulator Pada Penatalaksanaan HIV/AIDS. Karya tulis yang diikutsertakan dalam Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) 2006 itu mengungkap, kandungan-kandungan dalam benalu teh berpotensi menjadi antiretroviral atau penghambat pertumbuhan HIV karena kemampuannya merusak selubung virus HIV dan menghambat replikasi virus itu.
Penyusunan karya tulis yang hanya menggunakan metode studi pustaka itu, awalnya hanya menemukan adanya senyawa dalam benalu teh jenis viscum album. Di Eropa ternyata sudah digunakan untuk anti kanker dan anti HIV. Fakta itu diungkap peneliti Eropa, Gorter R, melalui bukunya, Anti-HIV and Immunomodulating Activities of Viscum Album. “Ternyata kandungan senyawa lektin dalam benalu teh itu yang menjadi kunci,” ujar Citra.

Dari analisa Gorter, Citra bersama temannya berinisiatif mencari benalu sejenis yang mudah didapat di Indonesia. Buku berjudul Senyawa Anti Kanker dari Benalu Teh karya Winarno, kemudian mengantar mereka pada satu spesies benalu teh, scurrula atropurpurea danser. Benalu teh jenis scurrula diketahui mengandung senyawa lektin dengan tipe yang sama dengan yang dikandung benalu teh Eropa.
Senyawa lektin dalam benalu teh Eropa dan scurrula menjadi istimewa karena kemampuannya menarik ikatan mamosa yang menyelubungi struktur luar virus HIV. “Ibarat manusia yang ditarik senjatanya, virus HIV akan melemah kalau ikatan mamosanya ditarik,” jelas perempuan berusia 22 tahun ini.
Tak hanya lektin, ada juga senyawa tanin dan asam lemak yang juga memiliki khasiat. Tidak hanya bisa dimanfaatkan sebagai antiretroviral, benalu teh juga disebut mampu menjadi peningkat sistem kekebalan tubuh (imunostimulator).
Temuan mahasiswa yang tergabung dalam Kelompok Ilmiah Hipokrates FK Unud itu makin diperkuat dengan fakta lain. Ternyata, banyak masyarakat di wilayah yang kaya tanaman teh, seperti di Jawa Timur dan Jawa Barat, telah memanfaatkan benalu teh secara tradisional untuk meningkatkan kekebalan tubuh penderita kanker.

Temuan dalam karya tulis yang telah lolos uji tingkat wilayah C (Bali,
awa Timur, NTB dan NTT) itu diharapkan memberi alternatif untuk mengatasi masalah keterbatasan akses obat antiretroviral (ARV) bagi orang HIV positif.
Di tengah mahalnya obat ARV yang kini ada, Citra dan kawan-kawannya menawarkan benalu teh. Cara pengolahannya tak jauh beda dengan pengolahan teh. “Cara pengolahan benalu teh lebih praktis dan ekonomis. Kalau hasil penelitian lanjutan untuk ini menunjukkan hasil bagus, benalu teh akan menawarkan pengobatan yang murah,” ungkap Citra.
Tentu saja, perlu penelitian lebih lanjut untuk membuktikannya. “ Perlu dikaji lagi secara ilmiah, harus diteliti,” ujar Tuti Parwati, Ketua Pokja Care Support and Treatment Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Bali, mengomentari. Menurutnya, kalau kajian terhadap benalu teh itu benar, maka hal itu akan memberi pilihan baru bagi upaya pengobatan HIV/AIDS. Terlebih dikatakan bahwa ada zat-zat penghambat sejumlah enzim yang membantu perkembangbiakan virus HIV. “Berarti kombinasi obat ARV sudah ada di benalu teh,” tambahnya.

Secara praktis, Tuti menilai perlu penelitian tentang bagaimana proses ekstraksi dari benalu teh tersebut, termasuk pengaturan dosisnya. Benalu teh diharapkan menjadi alternatif pilihan pengobatan, tanpa mengganggu proses pengobatan yang telah dijalani para Odha selama ini. Kreativitas ketiga mahasiswa Unud itu kedepannya diharapkan bisa memberi solusi atas keterbatasan dan mahalnya harga obat ARV. Agar keberlangsungan pengobatan terjamin.[Komang Erviani / pernah dimuat di Media HIV/AIDS dan Narkoba KULKUL Edisi 17, Juni 2006]

Tidak ada komentar: