Google
 

Kamis, 20 Juli 2006

Minyak Oles Membawa Sukses

Bermodal teknologi sederhana yang diadopsi dari Jepang, teknologi EM (effective microorganism), Gede Ngurah Wididana kini jadi tenar. Tetapi orang lebih mengenalnya dengan sebutan Pak Oles, berkat produk minyak olesnya yang dipercaya dapat menyembuhkan segala penyakit. Temuan-temuan barunya, seolah tak pernah berhenti membuat sensasi.

Wididana sebenarnya bukan pengusaha tulen. Ia memulai karir usahanya sebagai peneliti. Program beasiswa mengantar anak petani lulusan Fakultas Pertanian Universitas Udayana ini untuk mengikuti program master of agriculture di University of the Ryukyus, Okinawa, Jepang. Di situlah Wididana jatuh cinta dengan teknologi EM, teknologi fermentasi dengan menggunakan 80 jenis mikroorganisme menguntungkan. Ia belajar langsung dari penemunya, Prof Dr. Teruo Higa.
Pulang dari Jepang tahun 1990, Wididana langsung menerapkan teknologi EM di Bali, sekaligus membuatnya jadi orang pertama yang memperkenalkan teknologi itu di Indonesia. Pria kelahiran Singaraja, 45 tahun silam ini, masuk ke pasar lewat produk pupuknya yang diolah dari sampah. Tekadnya, memperkenalkan pertanian masa depan tanpa zat kimia, hemat energi, dan akrab lingkungan. Namun produk pertamanya itu sempat dicibir. Pupuk yang mengandalkan peran bakteri itu, belum bisa diterima para petani maupun peneliti pada waktu itu.

Rasa penasaran memperkuat tekad Wididana. Setelah sempat menjadi Ketua Laboratorium Lapangan Fakultas Pertanian Universitas Nasional Jakarta selama setahun, Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) dibangunnya pada 1997 di tempat kelahirannya, Desa Bengkel, Busungbiu, Buleleng, Bali. IPSA dijadikan pusat penelitian serta pelatihan dan pendidikan teknologi EM kepada masyarakat. Tempat itulah yang kini menjadi ”dapur” dari segala jenis racikannya.

Hasil racikan pertamanya di IPSA pada 1998, minyak oles bokashi, mengantar sukses Wididana. Produksi minyak oles di bawah bendera PT. Karya Pak Oles Tokcer itulah, yang membuatnya tenar sebagai Pak Oles, si juragan minyak oles. Minyak penyembuh serba guna hasil perpaduan teknologi EM dan teknik pengobatan tradisional Bali itu, diterima dengan sangat baik oleh masyarakat. Maklum, ia berangkat dari obat tradisional Bali hasil fermentasi rempah-rempah, lengis arak nyuh, yang memang telah dikenal. Apalagi banyak fungsi yang dimiliki, mulai dari menyembuhkan sakit kulit, rematik, sakit gigi, sakit perut, luka, hingga meningkatkan vitalitas seksual. Kehadiran minyak oles karya Wididana juga menawarkan hal baru, yakni minyak oles yang diminum dua atau tiga sendok teh sehari.

Dari sebuah produk minyak oles, Wididana terus mengembangkan formulanya. Beragam ramuan dibuat untuk berbagai jenis penyakit dan kecantikan dengan bahan dasar minyak, madu, dan air. Mulai dari krim kecantikan alami untuk flek wajah, anggur tonikum rempah, minyak aroma untuk pijat, parem, hingga beragam jenis madu. Semua dikemasnya di bawah merek dagang yang sama, Ramuan Pak Oles. Hingga kini, tak kurang dari 17 ramuan untuk kesehatan dan kecantikan telah diproduksinya.

Selain ramuan obat tradisional, Wididana juga menawarkan produk khas yang sempat mengundang penasaran konsumennya, yakni gelang keramik. Gelang dari bulatan-bulatan keramik itu diklaim mampu mempercepat penyembuhan. Dasar pemikirannya, keramik mampu mengurangi proses oksidasi dalam tubuh yang menjadi penyebab penyakit. Walau awalnya banyak yang ragu, toh gelang keramiknya laris manis bak kacang goreng.

Orang makin dibuat geleng kepala ketika Wididana mulai merambah dunia otomotif sejak lebih setahun lalu. Pola kerja gelang keramik kesehatannya, diterjemahkan ke dalam dunia otomotif menjadi produk untuk mengirit bahan bakar kendaraan. ”Biar hemat energi,”begitu katanya. Terakhir, ia kembali tampil nyeleneh dengan produk vitamin oli mesinnya yang dibuat dari fermentasi tanaman obat, nyaris sama dengan produk kesehatannya. Vitamin oli mesin itu diklaim mampu mengawetkan mesin kendaraan.

Untuk apa merambah dunia otomotif? Ternyata itu menjadi salah satu bagian dari konsep teknologi EM yang dipelajari pria yang kini menjadi Direktur Representatif Office EM Research Organization (EMRO) ini. ”Teknologi EM adalah teknologi masa depan yang bukan saja dibutuhkan oleh petani, tapi juga oleh masyarakat luas untuk mengatasi pencemaran lingkungan, meningkatkan kesehatan masyarakat, dan untuk menghemat energi dalam bidang industri dan otomotif,” jawabnya. Bagi bapak empat putra ini, metabolisme tubuh pada dasarnya tak jauh beda dengan kendaraan. Proses manusia menjadi sakit dan tua adalah karena reaksi oksidasi. Bahan tanaman obat yang mengandung antioksidan, membuat proses penyembuhan menjadi lebih cepat. ”Oli mengalami proses panas dan reaksi masam, mengkarat dan encer, karena proses oksidasi. Proses oksidasi ini bisa dihambat dengan antioksidan. Sama, antioksidan juga dari tanaman,” ujarnya menjelaskan proses kerja produk vitamin oli mesinnya. Produk pengirit bahan bakarnya dari keramik, juga diakui melakukan proses kerja yang tak beda jauh dengan gelang keramik kesehatannya. ”Antioksidan terdapat juga dalam air murni, dan keramik dapat memurnikan air. Pada kendaraan, keramik dapat menyaring bensin dan solar menjadi molekul yang lebih kecil, sehingga lebih hemat pembakarannya,” tandas pria yang juga politikus ini.

Nama Ramuan Pak Oles memang terlihat jauh dari kesan keren, apalagi eksklusif. Wididana mengaku saat memulai usahanya, nama Ramuan Pak Oles banyak dicela, bahkan dipastikan tidak laku dan bangkrut. Namun Wididana menampik anggapan itu dan membuktikan nama sederhana yang diciptakannya adalah nama hoki. Kata Oles yang merupakan singkatan dari Organik, Lestari, Sehat, dan Sejahtera, belakangan terbukti memberikan keberuntungan. Produksi Ramuan Pak Oles yang dimulai dari industri kecil rumah tangga, telah berkembang menjadi skala industri dalam kurun 3 tahun. Bahkan produksi pupuk yang awalnya sempat dicibir, akhirnya bisa diterima petani sejak ia memproklamirkan nama Pak Oles. Omzet penjualannya? “Lumayan,”begitu Wididana singkat.
Meski enggan menyebut angka, namun penjualan produk yang mencapai 30 jenis, cukup terbaca dari jumlah pelanggannya yang diperkirakan mencapai sekitar 1 juta orang di seluruh Indonesia. Pemasaran produk Ramuan Pak Oles kini memang tak hanya terbatas di Bali, tapi telah meluas ke Jawa, Sumatera, dan Lombok. Proses produksinya juga sangat lancar, dengan kebutuhan bahan baku yang tergolong besar. Bayangkan saja, sebanyak 3 ton rempah-rempah harus dipasok ke dua pabriknya, di Desa Bengkel Buleleng dan Denpasar. Wididana memang mengelola sendiri sebanyajk 315 jenis rempah-rempah di lahan 5 hektar miliknya di Desa Bengkel. Namun hasil produksi di lahannya tak mencukupi, sehingga ia pun harus membeli rempah-rempah dari sekitar 60 petani sekitar. Khusus untuk produksi pupuk, Wididana juga membangun satu pabriknya di wilayah Bogor, Jawa Barat.

Sukses yang diraup Wididana, tak lepas dari strategi pemasarannya yang tergolong unik dan berani. Mulai dari penentuan nama yang bisa dibilang sangat memasyarakat, konsep penjualan door to door dengan 2.000 tenaga pemasaran, hingga pendekatan media massa. Strategi yang terakhir bisa dibilang yang paling nekat. Bagaimana tidak, untuk memasarkan produknya Wididana nekat membuat koran dwimingguan yang diberi nama sama dengan produknya, Koran Pak Oles. Motto yang diusung pun tak jauh-jauh dari motto obat tradisional, Jangan Anggap Enteng. Jumlah produksi korannya tak tanggung, 220 ribu eksemplar. Katanya, jumlah itu disesuaikan dengan total perkembangan pelanggannya. Tak heran kalau Wididana tak pernah menyesal harus mengeluarkan Rp 300 juta per bulan hanya untuk ongkos cetaknya. Melihat efek penjualan yang luar biasa dari strateginya itu, Wididana yang memang punya latar belakang pengalaman jurnalistik, makin melebarkan sayapnya di usaha media. Di bawah payung PT. Visi Media Pak Oles, Wididana juga mengelola dua radio dan sebuah media otomotif. ”Menguasai informasi, juga salah satu strategi pemasaran,” ujarnya.

Wididana terdiam sesaat ketika ditanya obsesi yang masih ingin dicapainya. ” Seperti air saja. Apa yang akan terjadi, kita tidak pernah tahu. Tapi kita fleksibel saja. Tidak ada obsesi,” jawabnya santai. Baginya, mengikuti harapan-harapan masyarakat jauh lebih penting, ketimbang menyimpan sebuah obsesi. [Komang Erviani / pernah dimuat di Harian Media Indonesia]


Komang Darma (Pengguna Minyak Oles)
Batal Operasi Belah Dada Karena Minyak Oles

Komang Darma, 27 tahun, kini rajin bermain bulutangkis bersama teman-temannya. Waktu luangnya hampir tak pernah dilewatkan pria asal Karangasem itu, tanpa melakukan hobi bulutangkisnya. Tapi siapa sangka, beberapa tahun lalu Darma sempat nyaris putus asa menjalani hidup, gara-gara penyakit yang belasan tahun sudah menggerogoti tubuhnya.

Ketika masih berumur 13 tahun, Darma tiba-tiba mengalami pembengkakan pada dada sebelah kirinya. Hanya dalam waktu 3 bulan, bengkak itu pecah dan mengeluarkan darah putih. Analisa dokter pun beragam. Beberapa dokter memvonisnya menderita kanker darah, tumor, kanker tulang, hingga kanker paru-paru. Beragam obat pernah dicoba, tetapi tak mampu menyembuhkan sakitnya.

Pada tahun 1999, dokter yang merawat Darma menyarankan operasi. ”Kata dokter, jalan satu-satunya operasi belah dada,”kenangnya. Beruntung, teman sepupunya yang seorang wisatawan Jerman bersedia menjadi donatur untuk membiayai operasi. Meski menyimpan rasa khawatir, Darma sepakat untuk melakukan operasi itu. Namun operasi yang rencananya dilakukan di Surabaya itu, dibatalkan karena situasi keamanan di kota pahlawan itu. Pada 2002, operasi kembali direncanakan. Kali ini operasi rencananya dilakukan di RS Sanglah, Bali. Tapi lagi-lagi operasi urung dilakukan. Itu gara-gara meledaknya bom Bali di Kuta pada Oktober 2002 telah membuat RS Sanglah penuh pasien korban bom.

Dua bulan setelahnya, minyak oles Bokashi coba diberikan pada Darma. ”Waktu itu dibeliin 4 botol. Saya mau saja minum. Asal bisa sembuh, apapun mau saya lakukan,” ungkap Darma yang sempat menjalani terapi urine selama setahun. Darma rutin minum minyak oles yang dicampur air hanyat dan madu, 3 sampai 4 kali sehari. Hasilnya, ia merasa sembuh setelah menghabiskan dua botol minyak itu. Darma sendiri mengaku tak pernah menyangka, sakit yang telah diidapnya selama belasan tahun dapat sembuh hanya dengan minyak oles, bukan operasi belah dada. Ia justru tak pernah berani membayangkan bila operasi belah dada benar-benar dilakukan padanya.

Darma senang, ia sudah bisa menjalani hidupnya seperti orang kebanyakan. Ia tak lagi harus menghabiskan waktu di rumah, seperti saat-saat renmaja dulu. Hingga kini, Darma masih rutin mengonsumsi minyak oles, minimal 2 kali sehari. ”Namanya penyakit, kan harus dijaga biar tetap sehat,” tambahnya. Darma tak ingin kembali jadi orang yang minder karena penyakitnya. [Komang Erviani / pernah dimuat di Harian Media Indonesia]

Tidak ada komentar: