Google
 

Senin, 17 Oktober 2005

12 Oktober Takkan Dilupa

Linangan air mata dan isak tangis, tak bisa ditahan oleh perempuan asal Australia ketika tiba di depan Sari Club, Rabu 12 Oktober 2005. Datang dengan pakaian serba gelap bersama dua anak dan satu keponakannya, diletakkannya sejumlah karangan bunga, sebuah boneka koala warna abu, dan beberapa lilin warna merah, tepat di pagar hijau bekas ledakan itu. Sebuah foto bertuliskan nama Elizabeth Kotragaks dan potongan kalimat "We will always love you", ditunjuknya sambil terus terisak. "Saya sangat sedih. Dia anak perempuan saya,"ujarnya.

Perempuan tua yang bahkan tak mampu menyebut nama itu, tak sendiri. Isak tangis harus juga dirasakan puluhan warga Australia lain yang sengaja datang ke Monumen Bom Bali, untuk memperingati peristiwa naas 12 Oktober 2002 lalu itu. Hari itu, seperti tahun-tahun sebelumnya, Kedutaan Besar Australia di Indonesia memang secara sengaja menggelar peringatan peristiwa itu. Maklum, warga Australia menjadi korban terbanyak dari peledakan bom buatan Amrozi Cs itu. Dari 202 orang korban tewas, 88 orang diantaranya warga Australia. Tak kurang Menlu Australia Alexander Downer, Dubes Australia untuk Indonesia, David Ritchie, Kepala Australia Federal Police (AFP), Mick Kelty, serta Konsul Australia di Bali, Brent Hall, hadir dalam kesempatan tersebut. Bagi Downer, serangan bom dilakukan oleh orang-orang yang
menyebarkan ideology kebencian dan dikutuk semua negara dan agama di dunia. "Saya sangat berduka atas peristiwa yang menimpa Pulau Dewata ini. Tapi saya tahu, masyarakat Bali akan bangkit dari akibat yang ditimbulkan teroris ini,"tegasnya. Peringatan diisi dengan renungan selama 202 detik sesuai dengan jumlah korban tewas.

William Hardy, salah seorang keluarga korban yang anaknya tewas dalam peristiwa itu, berkesempatan membaca doa. "Billy datang ke Bali dengan tim soft ballnya,"cerita pria asal Queensland itu tentang kepergian putranya yang saat peristiwa berusia 20 tahun. Kepedihan juga dirasakan Natalie Juniardi, perempuan Australia yang menikah dengan pria ndonesia, Juniardi. Perempuan asal Sydney yang mendapat satu anak dari Juniardi itu, berharap masyarakat Australia masih mau datang ke Bali meski telah terjadi bom. Para keluarga korban asal Bali, terdiri atas perempuan dan anak-anak, juga tak mau melewatkan peringatan bagi kematian tulang punggung keluarga mereka. "Suami saya sempat hilang 2 bulan. Tapi kemudian mayatnya ditemukan tanpa kepala. Saya mengenali dari benjolan di kakinya,"kenang Nyoman Rencini, janda Ketut Sumarawat yang tewas saat mengantar tamunya ke Sari Club. Kini, Rencini harus menjadi ibu sekaligus bapak dari ketiga putrinya.

Gara-gara ulah Amrozy dkk, 12 Oktober tiba-tiba menjadi momen sakral bagi masyarakat Bali dan dunia internasional. Berbagai acara beruntun digelar. Tak berselang lama setelah peringatan oleh Kedubes Australia digelar, Gabungan Anti Terorisme (GAT) menggelar aksinya di Wantilan DPRD Bali. Ketua Pengadilan Negeri Denpasar, Nengah Suriada, Kajari Denpasar Ketut Arthana, Asintel Kejati Bali, Sukarni, Jaksa Putu Suparta Jaya, dan Wakil Ketua DPRD Bali, IBG Suryatmaja, sukses dihadirkan. "Kami sengaja tidak melakukan aksi ke jalan karena kita ingin berjuang secara damai,"tegas IGP Artha, salah seorang pentolan GAT. Pria yang juga anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bali itu mengaku khawatir disusupi, mengingat banyaknya sms gelap yang beredar di masyarakat terkait rencana "menyerbu" Lapas Kerobokan. Meski tujuannya sama, menuntut eksekusi mati terhadap Amrozi, Imam Samudra, dan Ali Gufron, yang telah divonis mati Pengadilan Negeri Denpasar lebih dari 2 tahun lalu. Meski sempat terjadi ketegangan karena tak ada ketegasan dari Ketua PN Denpasar tentang proses akhir eksekusi, namun demo berakhir damai dengan pemberian deadline kepada PN Denpasar untuk memperjelas prosesnya pada Senin, 17 Oktober. Sekitar pukul 14.00 wita, aksi serupa digelar ribuan masyarakat yang menamakan diri Pemuda Bali Bersatu (PBB) di depan Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Renon, Denpasar. Tuntutannya sama, gantung Amrozi Cs segera.

Sayangnya, aksi damai yang terjadi sejak pagi hingga siang hari, ternoda ketika sekitar pukul 16.00 wita, massa yang tak jelas asal usulnya "menyerbu" Lapas Kerobokan. Beberapa diantara mereka mengaku sebagai warga asli Kerobokan. Beberapa diantaranya mengenakan pakaian sejumlah ormas seperti Laskar Badung, Kita Satu Bali, dan lainnya. Spanduk besar bertulis "Eksekusi Amrozi Cs, Wahai SBY cepat bunuh orang yang membuat Bali terluka" dibentangkan di pintu paling depan lapas tempat para teroris mendekam hingga Selasa, 11 Oktober lalu itu. Rupanya, pemindahan Amrozi Cs ke LP Batu Nusa Kambangan yang dilakukan di tengah kuatnya tuntutan eksekusi terhadap para teroris itu, menyulut kemarahan warga. "Kayaknya hukum tidak adil lagi,"tegas Franz, 28 tahun, salah seorang peserta demo dari Kita Satu Bali.

"Bali aman Bullshit. Bullshit, bullshit semua,"teriak massa ketika Kapolres Badung, AKBP Nyoman Gede Sujarsa, ketika berbicara mencoba menenangkan massa. Emosi massa makin menjadi ketika sejumlah kompi Dalmas didatangkan ke lokasi. Perusakan dilakukan terhadap pagar, gerbang, papan nama, serta sejumlah fasilitas setempat. Bahkan Kasat Samapta Kompol Ketut Surpa, yang mencoba menghalangi mereka, nyaris menjadi korban amuk massa. Kapoltabes Denpasar, Kombes Pol Dewa Made Parsana, juga sempat menjadi korban lemparan air mineral dari massa yang beringas. Iring-iringan suara bleganjur, musik tradisional Bali, menambah panas suasana. Suasana mulai tenang saat iringan suara bleganjur diminta menyetop permainannya oleh Dewa Parsana. Keberingasan massa mereda setelah perwakilan pendemo, Wayan Kusnadi dan Made Adnyana, bertemu dengan Kalapas Kerobokan, Bromo Setyono. Ditegaskan Bromo, pemindahan Amrozi Cs dilakukan karena adanya ancaman demo besar-besaran menuntut terpidana mati bom Bali I itu segera dieksekusi. Ditambah lagi, banyak penghuni lapas yang membenci Amrozi Cs. "Ini masalah keamanan,"tegasnya. Beruntung, massa secara perlahan mau meninggalkan lapas dengan damai. “Saya memahami perasaan mereka. Tapi tolong dipahami kondisi objektif dari LP Kerobokan. Untuk jaga, seharusnya 50 orang. Tapi mereka hanya punya 13 orang. Jadi kalau terjadi sesuatu, kabur mereka (teroris), bagaimana kita carinya lagi. Itu harus dipikirkan,”tegas Kapolda Bali Made Mangku Pastika atas peristiwa yang mencoreng nama masyarakat Bali yang terkesan ramah itu.

Ketika keributan massa di lapas belum lagi usai, isu perdamaian digaungkan dari Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Renon. Ribuan umat dari berbagai unsur agama berbaur mengumandangkan perdamaian dengan lilitan kain putih sepanjang 540 meter sebagai simbol pengikat doa damai. Sambil berjalan mengelilingi Monumen Perjuangan Rakyat Bali, masing masing umat mengumandangkan doa sesuai dengan agamanya dengan durasi 15 menit. Dalam acara inti yang dilaksanakan di depan Monumen Perjuangan Rakyat Bali, tari Sekar Jempiring dan lagu Heninglah Baliku menjadi pembuka. Lanjut dengan pembacaan doa perdamaian oleh perwakilan agama-agama. Acara diakhiri dengan bernyanyi lagu syukur, lilin-lilin kecil, padamu negeri, bungan sandat, dan kebyar-kebyar. “Islam itu damai. Tidak mau kekerasan, tegas Ketua PKB, Muhaimin Iskandar yang hadir dalam acara tersebut, menanggapi banyaknya teroris yang mengklaim diri berjuang untuk islam.

Mengakhiri hari, Ribuan warga Kuta dan sekitarnya melakukan renungan malam di Monumen Bom Bali. Ribuan lilin dinyalakan, sejumlah doa dikumandangkan, hingga tengah malam. Tak mau larut dalam kesedihan, sejumlah lagu dinyanyikan grup musik Apache untuk menghibur warga. Mangku Pastika bahkan ikut menghibur dengan jogged dangdutnya. Berharap semoga tak ada lagi serangan teroris di negeri ini. [Komang Erviani / merupakan versi asli yang pernah dimuat di Majalah GATRA No. 49 Tahun XI, 22 Oktober 2005 dalam artikel berjudul “Aksi Teror Negeri Jiran”]

Tidak ada komentar: