Google
 

Minggu, 09 Oktober 2005

Melakonkan HIV/AIDS Lewat Arja Muani

Wayan “Codet” Sugama cukup terkejut, ketika ditantang kampanye HIV/AIDS lewat Arja Muani, sekitar 3 tahun lalu. Arja Muani adalah jenis teater tradisional Bali yang semua pemerannya laki-laki, pun untuk lakon perempuan. Tawaran dari Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Bali itu, membuatnya harus memutar otak. “Waktu itu saya berpikir, apakah mungkin sebuah pertunjukkan arja melakonkan cerita tentang HIV/AIDS. Itu kan merupakan suatu bentuk-bentuk baru dalam sebuah lakon. Apakah mungkin masyarakat bisa menerima?”cerita Codet. Pria berambut panjang ini lulusan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar pada 1993 dan membentuk Arja Muani pada 1996 lalu.

Kesulitan yang dihadapinya terutama karena pertunjukan Arja Muani sudah punya lakon-lakon cerita rakyat dengan dua karakter berbeda, yakni karakter jahat yang menggunakan ilmu hitam, dan karakter baik yang menggunakan ilmu putih. Sementara dalam penampilannya, yang harus ditonjolkan adalah bahaya HIV/AIDS yang salah satu penyebarannya lewat narkoba. Belum lagi karena ia sendiri belum tahu apa-apa soal HIV/AIDS. “Waktu itu saya cuma tahu plesetan-plesetannya, seperti AIDS itu kepanjangan Aku Ingin di Atas Selalu,” pria satu putri itu tertawa.

Codet harus bolak-balik menemui para pakar di KPAD Bali untuk tahu lebih banyak tentang HIV/AIDS. Ia pun menyadari, penguatan karakter menjadi solusi terbaik untuk menampilkan Arja Muani yang benar-benar mampu memberi pesan bahaya HIV/AIDS pada penonton. Perpaduan konsepnya dan konsep KPAD, akhirnya sukses ditampilkan di salah satu banjar di kawasan Panjer, Denpasar Selatan.

Sejak itu, ia seolah sudah menjadi juru kampanye HIV/AIDS melalui seni pertunjukkan tradisional. KPAD kerap meminta Codet tampil mengampanyekan HIV/AIDS melalui pertunjukkannya, tentu dengan konsep berbeda-beda. Rabu, 28 September 2005 lalu, Codet tampil dalam Bondres bersama grup Salju bentukannya di Banjar Oongan, Denpasar Timur.

Meski hanya tampil sekali setahun, namun pria yang mulai menggeluti seni sejak tamat SMP ini mengaku senang bisa menghibur masyarakat sambil menyampaikan pesan-pesan untuk menghindari bahaya HIV/AIDS. “Waktu tahu soal HIV/AIDS, saya kaget. Ternyata sudah gawat. Saya seperti dapat dorongan untuk mengampanyekan. Jadi sama teman-teman, saya sering sempatkan cerita soal HIV/AIDS. Yang saya ajak ngomong sih mengerti. Tapi memang tidak semua mau meninggalkan perilaku berisikonya. Yang penting saya sudah mengingatkan,” tandasnya. [Komang Erviani / pernah dimuat di Media HIV/AIDS dan Narkoba KULKUL Edisi 9, Oktober 2005]

Tidak ada komentar: