Google
 

Kamis, 14 September 2006

Tali Kasih Mengikat Odha

Suparja tampak bersemangat pagi itu. Selembar kertas tak pernah lepas dari genggamannya. Hari itu, merupakan hari istimewa buat Suparja dan beberapa rekannya sesama orang dengan HIV/AIDS (Odha). Hari itu, akhir Agustus 2006 lalu, merupakan tonggak dibentuknya kelompok dukungan sebaya (KDS) di kalangan mereka.

Suparja adalah sosok yang menjadi pencetus terbentuknya komunitas bagi Odha dampingan Yayasan Citra Usadha Indonesia (YCUI) di Buleleng ini. Menurut mantan supir truk Jawa – Bali itu, ada banyak alasan yang membuat keberadaan KDS sangat penting. “Semua ini berangkat dari pemikiran, bagaimana bila suatu saat obat ARV (antiretroviral) sudah tidak disubsidi pemerintah. Apa yang harus kami lakukan. Padahal latar belakang ekonomi Odha umumnya rendah. Untuk makan saja kurang,” cerita pria asal Gerokgak, Buleleng itu.

KDS juga dirasa penting karena rendahnya pemahaman Odha terhadap ARV, obat yang berfungsi menekan perkembangbiakan HIV di dalam tubuh. Karena fungsinya hanya menekan perkembangbiakan virus, bukan membunuh virus, maka konsumsi ARV tak boleh dihentikan. “Banyak yang tidak tahu kalau tubuh mereka akan resisten (kebal) kalau obat dihentikan. Ini fatal akibatnya,” jelas Suparja.

Tak cuma itu, banyak juga Odha yang belum produktif memanfaatkan layanan medis, karena minimnya akses informasi. Masih menurut Suparja, banyak Odha yang tidak tahu ke mana harus berobat. Pentingnya membuka status kepada layanan medis, juga belum disadari. Padahal keputusan membuka status menjadi penting untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. “Kalau tidak buka status ke pelayanan medis, mustahil bisa dapat pelayanan yang tepat,” tambah pria paruh baya itu.

Rendahnya komitmen Odha dalam kegiatan-kegiatan penanggulangan HIV/AIDS, menjadi dasar pertimbangan lain pembentukan KDS. Bagi Suparja, komitmen tersebut penting untuk menekan jumlah kasus HIV/AIDS. “Semakin banyak orang terinfeksi HIV, semakin banyak Odha yang harus diberi subsidi ARV. Kalau terlalu banyak, bisa-bisa subsidi dihapus. Kalau sudah tidak disubsidi, kita harus beli sendiri. Ini sulit,” ia mengingatkan.

KDS yang diberi nama Tali Kasih itu, diharapkan menjadi wadah jaringan semua Odha yang kuat dan mandiri. Wadah ini diharapkan dapat menjadi penampung masalah-masalah Odha dan dapat memecahkan masalah itu demi peningkatan layanan kesehatan dan penerimaan lingkungan.

Direktur Yayasan Citra Usadha Indonesia (YCUI), Efo Suarmiartha, mengaku senang dengan inisiatif pembentukan KDS. Pasalnya, peran YCUI hanya sebagai fasilitator bagi Odha. Dengan adanya KDS, Odha diharapkan mampu secara bersama-sama mengatasi kebutuhannya sendiri.

Pembentukan KDS Tali Kasih juga mendapat dukungan dari sejumlah kalangan medis dan pemerintahan di Kabupaten Buleleng. Direktur Rumah Sakit (RS) Singaraja, Mardana, menjelaskan, di Buleleng tercatat ada 377 orang yang telah dinyatakan positif terinfeksi HIV. “Kalau semua bisa membuka diri dan berkelompok di sini, akan sangat bagus,” ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng, Pustaka, juga menyambut baik pembentukan KDS Tali Kasih. “Kawan-kawan di sini adalah pionir yang mau menunjukkan diri. Saya harap, setelah ini makin banyak Odha lain yang ikut serta,” tandas Pustaka. Agar Odha bisa berupaya memenuhi kebutuhannya sendiri, dan memutus penularan HIV yang makin meluas. [Komang Erviani / pernah dimuat di Media HIV/AIDS dan Narkoba KULKUL Edisi 20,September 2006]

Tidak ada komentar: