Google
 

Kamis, 28 September 2006

Awan Putih di Udara Buleleng

Pagi sebelum matahari naik, 2 September 2006 lalu, Markus Walther, 48 tahun, sudah meninggalkan kamar hotel di kawasan wisata Lovina, Buleleng, Bali. Sembari memboyong perlengkapan terbangnya, 40 menit kemudian warga negara Swiss itu sudah tiba di Pangkalan Udara Letkol Wisnu, yang terpaut sekitar 50 km dari Lovina. Markus yang menetap di Penang Malaysia, memang tak mau terlambat tiba di Lanud yang berlokasi di Desa Sumberkina, Kecamatan Gerokgak itu. Maklum, ini merupakan kali pertama Markus berkesempatan mempertunjukkan keahlian akrobatiknya di atas langit Indonesia. Di atas langit Buleleng, Markus ingin menunjukkan aksi terbaiknya di ajang Buleleng Fly In II 2006.

Dari parkiran Lanud, langkahnya cepat menuju pesawat pribadi yang telah terparkir di apron. Pesawat buatan Perancis seharga USD 180.000 itu, sudah beberapa tahun ini dimiliki Markus bersama tiga rekannya, Andi (Austria), Toni (Australia), dan Dave (Kanada). Pesawat berkapasitas 4 orang itu sengaja dibawa Markus dari Johor Malaysia ke Buleleng, untuk mendukung aksi aerobatik udaranya. ” Dari Johor Baru (Malaysia) saya bawa ke Palembang, Halim Perdanakusuma, Semarang, baru Buleleng. Perjalanan total sekitar 4 sampai 5 jam,” terang pria berjambang itu.

Sebelum memulai aksinya, Markus mempersiapkan segala tetek bengeknya. Mulai dari mengecek kesiapan mesin pesawat, memastikan parasut keselamatan berfungsi baik, mengetes radio komunikasi, hingga mengamati gerak sinyal Navigasi GPS-nya. Semua dicek, untuk mengantisipasi hal-hal yang tak diinginkan dalam aksinya. Menghindari kecelakaan udara yang bisa terjadi setiap saat. Satu lagi yang tak pernah dilupakannya, yakni berdoa. ”Saya berdoa setiap saat, di setiap tempat. Itu yang terpenting,” tegasnya. Satu resepnya yang lain, yakni minum air putih.

Sambil menunggu giliran beraksi, sementara seremoni pembukaan acara Buleleng Fly In berlangsung, Markus duduk tenang di kokpit sambil memanasi mesin pesawatnya. Baju terusan warga oranye dan sebuah helm, juga sudah menempel di badan. Markus siap menunggu aba-aba.

Ketika aba-aba untuk memulai aksi telah diterima, Markus dan pesawat dengan paduan warna biru kuningnya lantas mengambil posisi di ujung landasan. Sejenak berhenti untuk berdoa, Markus langsung memaju pesawatnya dalam kecepatan tinggi. Landasan pacu Lanud Letkol Wisnu yang tak terlalu panjang, hanya sekitar 900 meter, dilalui dengan mulus. Markus mengangkasa diiringi tepukan riuh dari para pejabat, penerjun, penerbang, aparat, serta masyarakat lokal yang memenuhi area sekitar Lanud. Tepukan itu makin riuh, ketika sejumlah aksi mengerikan berhasil ditampilkan Markus. Ada gerakan berputar seperti pesenam yang salto, ada gerakan berbalik hampir 180 derajat, ada pula gerakan lurus ke atas dan ke bawah. Tak jarang penonton dibuat kaget dan ketakutan ketika Markus beraksi seolah hendak menabrak podium, atau jatuh dari ketinggian ratusan meter. ”Gila orang itu,” begitu teriak salah seorang warga.

Bahkan Kepala Staf Angkatan Udara RI, Marsekal TNI Herman Prayitno, menyatakan kekagumannya pada aksi Markus dengan pesawat yang teregistrasi di Australia miliknya. ”Luar biasa. Hebat sekali,” begitu Prayitno kepada Markus, beberapa saat setelah menyelesaikan aksinya. Menurut Prayitno, orang yang tidak kuat secara fisik maupun mental tidak akan mampu menghadapi perubahan kekuatan gravitasi yang sangat tinggi.

Menurut Markus, saat beraksi ia mencapai titik kekuatan gravitasi (G-Force) tertinggi + (plus) 6 G dan – (minus) 4 G. Pada kondisi normal, manusia biasanya berada pada titik 1 G (satu gravitasi). Pada kondisi minus, darah biasanya mengalir dari kaki ke kepala. Bagi orang yang fisiknya tak kuat, biasanya bisa mengalami black out, atau pingsan, bahkan kematian.

Markus merasa beruntung, kondisi itu tidak terjadi padanya. Markus yang sudah pernah terbang sejak setahun lalu, bahkan bisa berdiri seperti biasa sesaat setelah mengerem laju pesawat. Ia hanya membutuhkan sebotol air putih untuk memulihkan kesegaran tubuhnya.

Aerobatik memang sudah menjadi bagian dari keseharian pria yang mewakili Johor Flying Club itu, sejak 10 tahun lalu. Aksi mendebarkan itu telah dilakukan sebanyak 40 kali. Aksi kali ini menjadi aksinya yang ke-41, sekaligus aksi pertamanya di Indonesia. sebelumnya, aksi aerobatic Markus dilakukan di sejumlah negara, seperti Australia dan Malaysia. ”Sebenarnya saya sudah empat kali ke Buleleng. Tapi ini pertama kalinya saya main,” ujarnya.

Tak banyak persiapan yang dilakukan Markus untuk beraksi di langit Buleleng. Setiap satu minggu sekali, selama 3 minggu, ia melakukan latihan masing-masing selama tiga jam. Ini sekaligus untuk mempersiapkan diri dalam ajang Australia International Championship pada April 2007 mendatang. Latihan yang selalu diutamakan, yakni latihan kekuatan gravitasi (G-Force). ”Kalau tidak kuat, bisa black out,” ujar peringkat kedua di ajang Australia International Championship pada April 2006 lalu itu, santai. Karenanya, satu prinsip yang selalu dipegang, kondisi tubuh saat beraksi harus benar-benar fit. Kalau tidak, nyawa yang jadi taruhannya.

Markus mengaku senang berkesempatan tampil di Buleleng. ”Luar biasa. Ini tempat yang bagus untuk terbang,” begitu Markus. Ia juga menilai Buleleng Fly In sebagai even yang sangat menarik. Apalagi, ada support yang sukup besar dari masyarakat setempat.

Ajang Buleleng Fly In memang menjadi ajang pesta bagi para pencinta olahraga kedirgantaraan. Tak cuma aerobatic, kegiatan yang digelar selama 3 hari itu (2-4 September), juga menampilkan aeromodelling, aerosport, gantole, paralayang, terjun paying, hingga fly pass. Sebanyak 12 orang penerjun, memeriahkan acara. Ada 19 orang partisipan dari Malaysia, 3 partisipan dari Singapura, 1 partisipan dari Thailand, 1 partisipan dari Filipina, dan 12 partisipan dari Indonesia.

Ada juga kegiatan terbang gembira (joy flight) yang membuka kesempatan bagi masyarakat lokal. Guna meningkatkan kepariwisataan Buleleng, digelar pula mini rally mengitari Buleleng untuk memperkenalkan potensi kabupaten paling utara Bali itu. Pesertanya pun datang dari dalam dan luar negeri. Lomba lukis pesawat pun memeriahkan acara.

Di ajang yang sama, juga digelar lomba ogoh-ogoh (patung dari bamboo dan kertas semen) berbentuk pesawat. Ada sedikitnya 11 karya ogoh-ogoh yang ditampilkan oleh sekaa teruna teruni (kelompok muda-mudi) dari Desa Sumberkima dan desa tetangganya, Pemuteran. Bentuknya pun unik-unik. Sebagian besar diantaranya mengambil angle tentara angkatan udara. Ogoh-ogoh karya Banjar Sumberkima, Desa Sumberkima, akhirnya mendapat juara I, diikuti karya sekaa teruna teruni Banjar Lokasegara Pemuteran di posisi kedua dan sekaa teruna teruni Dusun Palasari Desa Pemuteran di posisi ketiga. Ketiga karya ogoh-ogoh itu pun langsung dilelang di lokasi acara, dimana karya juara I dibeli Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik dengan harga Rp 2 juta, karya juara II dibeli Bupati Buleleng Putu Bagiada dengan harga Rp 2 juta, dan juara III dibeli pengusaha wisata setempat dengan harga Rp 3 juta.


Kepala Staf Angkatan Udara RI, Marsekal TNI Herman Prayitno yang membuka acara mengaku gembira dengan penyelenggaraan Buleleng Fly In yang untuk pertama digelar Agutus 2001 lalu. ”Ke depan kita mengharapkan kegiatan ini dapat menjadi kalender tetap PB FASI dan KONI setiap dua tahun sekali,” ujar Prayitno yang juga Ketua Federasi Aerosport Seluruh Indonesia (FASI) Pusat. Dikatakan, ada banyak manfaat dari ajang tersebut. Selain memberi hiburan pada masyarakat, juga dalam rangka pembinaan dan memperkenalkan olahraga dirgantara di tengah-tengah masyarakat. Ke depan, ia berharap Sumberkima akan menjadi Desa Dirgantara. “Karena itu, saya akan mengusahakan sebuah pesawat bekas yang dapat dijadikan monumen di tempat ini.” tegasnya. Selain itu, kegiatan tersebut juga dapat mempromosikan pariwisata Bali, meyakinkan kepada dunia luar bahwa Bali sudah aman. ”Ini sangat berdampak besar terhadap perkembangan olahraga dirgantara maupun pariwisata,” ujarnya.

Sementara itu, Bupati Buleleng, Putu Bagiada, menyoroti meningkatnya jumlah peserta dalam dan luar negeri. “Ini merupakan bukti bahwa kegiatan ini mendapat apresiasi yang cukup bagus. Hal ini merupakan peluang bagi kita semua untuk semakin meningkatkan kualitas penyelenggaraan di masa-masa mendatang sehingga Buleleng Fly In bukan saja menjadi kalender tetap kegiatan pariwisata minat khusus, tetapi juga secara bertahap dapat meningkatkan frekuensi pemanfaatan Lanud Letkol Wisnu,” tegasnya.

Kadek Arjana, 24 tahun, salah seorang warga setempat juga mengaku senang dengan acara tersebut. Namun ia menilai ajang kali ini kurang meriah dibanding ajang serupa pada 2001 lalu. Tak cuma itu, peserta lomba ogoh-ogoh dari Dusun Palasari Desa Pemuteran yang meraih juara II itu mengaku pesimis kegiatan itu dapat meningkatkan pariwisata Buleleng. Pria yang juga bekerja di sebuah hotel di Pemuteran itu menegaskan, tak ada dampak apapun yang terlihat dari ajang Buleleng Fly In I. ”Sudah lima tahun berjalan, tapi fungsi Lanud Letkol Wisnu belum nampak. Belum ada tamu yang mendarat langsung di sini. Belum banyak manfaat yang kami rasakan,” keluhnya. [Komang Erviani / pernah dimuat di Majalah GATRA Edisi 27 September 2006]

Tidak ada komentar: