Google
 

Rabu, 11 Oktober 2006

Bergerak Bersama Menanggulangi HIV/AIDS

Upaya menekan laju epidemi HIV/AIDS memerlukan kerjasama lintas sektor. Penguatan masyarakat sipil jadi hal penting. Karena HIV/AIDS bukan masalah segelintir orang.

“Epidemi AIDS telah menyebar dengan sangat cepat,” begitu Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Aburizal Bakrie, di Jakarta 18 September lalu, mengawali pidatonya ketika membuka dua acara sekaligus, Pertemuan Nasional Penguatan Masyarakat Sipil dalam Penanggulangan AIDS dan Pertemuan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi. Ical, begitu Ketua KPA Nasional itu biasa disapa, menyatakan kekhawatirannya atas penyebaran virus HIV yang begitu cepat.

Di seluruh dunia, sejumlah 60 juta orang telah tertular dan 21 juta diantaranya telah meninggal. Setiap harinya 14.000 orang tertular HIV yang setengahnya adalah remaja usia antara 15-24 tahun. 95% dari pengidap HIV dan AIDS di seluruh dunia, berada di negara berkembang. Saat ini AIDS merupakan penyebab kematian terbesar keempat pada orang dewasa di seluruh dunia. Akibatnya, terjadi peningkatan jumlah yatim piatu hingga 13,2 juta anak di seluruh dunia.

Di Indonesia, sampai Juni 2006 tercatat 11.165 orang pengidap HIV dan AIDS. Jumlah tersebut diyakini masih jauh dari jumlah sebenarnya dan
masih akan terus meningkat. Berdasarkan estimasi Departemen Kesehatan pada tahun 2002, terdapat 90.000 – 130.000 orang Indonesia yang telah tertular HIV. Dalam empat tahun terakhir penularan HIV melalui narkoba suntik memperlihatkan grafik naik secara mencolok. Tahun 2002, sumbangan pengguna narkoba suntik (penasun) pada kasus baru HIV berkisar antara 30 - 34%. Sampai Juni 2006, laporan Depkes menunjukkan bahwa proporsi ini naik menjadi 54,9%.
Ical menyebut sejumlah target yang mau tidak mau harus dicapai di tahun 2010. Diantaranya, 90% dari kaum muda laki-laki dan perempuan usia 15-24 tahun memiliki akses terhadap informasi, pendidikan dan pelayanan yang dibutuhkannya untuk mencegah dirinya terinfeksi HIV. Sebanyak 80% dari pengguna napza suntik harus terjangkau dan merubah perilakunya yaitu berhenti menyuntik atau setiap kali memakai jarum dan alat suntik steril. Di tahun yang sama, 60% dari orang-orang yang berperilaku seksual risiko tinggi juga harus terjangkau dan mengubah perilakunya. Untuk itu, dalam pertemuan yang diikuti perwakilan KPA dari 22 provinsi dan 71 anggota masyarakat sipil peduli AIDS itu Ical memberi sejumlah arahan kepada banyak pihak, termasuk mengundang partisipasi masyarakat umum.

Pertemuan nasional dua hari itu, digelar sebagai langkah memperkuat program penanggulangan AIDS nasional. Agenda utamanya, sosialisasi Peraturan Presiden No. 75 tahun 2006 tentang Komisi Penanggulangan AIDS, serta terakomodasinya masukan dan input dari masyarakat sipil Indonesia untuk penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN) dan Strategi Nasional (Stranas) Penanggulangan AIDS 2007-2010.
Dalam kesempatan tersebut, juga diluncurkan buku yang berjudul:”HIV dan AIDS, risiko terhadap anak-anak dan remaja Indonesia” . Setiap hari, setiap menit seorang anak dibawah usia 15 tahun terinfeksi HIV di suatu empat di dunia. Buku ini mengingatkan kita, bahwa epidemi injuga mengancam anak-anak, remaja, bahkan generasi muda kita di Indonesia.

Peserta masyarakat sipil terdiri dari berbagai kalangan, mulai dari waria, gay, pengguna narkoba suntik (penasun), orang dengan HIV/AIDS (Odha), dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) peduli AIDS. Pertemuan juga diwarnai aksi walk out dari sejumlah peserta dari penasun dan kelompok dukungan Odha, karena menilai ada agenda tersembunyi yang coba digolkan panitia. Agenda yang dicurigai itu berupa rencana pembentukan Organisasi Forum Masyarakat Sipil Peduli AIDS. Rencana pembentukan organisasi dikhawatirkan bakal mengecilkan arti lembaga penanggulangan AIDS yang sudah ada.

Tapi, the show must go on. Kesepakatannya, tak ada pembahasan soal organisasi. Pembahasan difokuskan pada masukan-masukan untuk RAN dan Stranas. Sayangnya, beberapa peserta yang sudah telanjur walk out menolak untuk masuk kembali ke arena sidang.

Pertemuan akhirnya menghasilkan beberapa poin masukan untuk Stranas dan RAN penanggulangan AIDS Nasional 2007-2010. Salah satu masukkannya, adalah meningkatkan peran media massa dalam program akselerasi pencegahan dan penanggulangan HIV & AIDS di Indonesia. Masyarakat sipil/NGO juga diharapkan bisa menjadi bagian dalam proses-proses pengambilan keputusan dalam akselerasi program pencegahan dan penanggulanan HIV & AIDS di Indonesia. Masyarakat sipil/NGO berharap bisa berperan penuh dalam program pemberdayaan masyarakat dan komunitas.

Beberapa bentuk intervensi program yang diharapkan menjadi perhatian diantaranya peningkatan pelayanan kesehatan, advokasi, care support and treatment, pengurangan dampak buruk narkoba, serta pemberdayaan masyarakat dan komunitas.

Sekretaris KPA Nasional, Nafsiah Mboi, menyambut baik masukan-masukan yang datang untuk Stranas dan RAN penanggulangan AIDS 2007-2010. Apalagi dalam Perpres terbaru 75 tahun 2006 tentang Komisi Penanggulangan AIDS, masyarakat sipil merupakan mitra yang harus terlibat. Karena HIV/AIDS adalah masalah semua pihak. Perlu kerjasama untuk menekan lajunya yang makin sulit dikendalikan. [Komang Erviani / pernah dimuat di Media HIV/AIDS dan Narkoba KULKUL Edisi 21,Oktober 2006]

Tidak ada komentar: