Google
 

Rabu, 13 Februari 2008

Pembatasan BBM Dikeluhkan

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Wilayah Bali mengeluhkan rencana pemerintah melakukan pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di Jawa dan Bali. Kebijakan yang rencananya diterapkan pada Mei mendatang itu, dinilai akan membuat perekonomian masyarakat makin terpuruk.

Ketua YLKI Bali I Nyoman Suwidjana mengatakan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi jelas akan merugikan. Apalagi bila dilakukan pada saat-saat sekarang, di mana masyarakat sedang dipusingkan dengan kenaikan harga-harga.

Menurut Suwidjana, masyarakat punya hak yang sama sebagai warga negara. Karenanya, ia tak sepakat bila pemerintah menakar jumlah pemberian subsidi atas konsumsi masyarakat terhadap BBM. Pasalnya, besar tidaknya konsumsi BBM tidak terkait langsung dengan tingkat ekonomi masyarakat, tetapi karena kebutuhan.

Semua konsumsi BBM oleh masyarakat, dipastikan untuk tujuan berproduksi. Suwidjaya yakin, masyarakat tidak akan membeli BBM bila tidak diperlukan. “Saya yakin konsumen bisa memanfaatkan BBMnya pada tingkat optimal. Kalau tidak perlu, mereka tidak akan beli. Ini jelas merugikan,” tegas Suwidjana di Denpasar kemarin.

Pemerintah menurutnya tidak bisa menganggap subsidi BBM yang selama ini diberikan sebagai untuk perorangan. Subsidi BBM justru diberikan untuk menopang perekonomian. Pembatasan BBM dinilai hanya akan membatasi ruang gerak konsumen. Diakui pemilik salah satu hotel melati di Sanur itu, ekonomi yang ditopang oleh subsidi akan sangat rapuh. Namun harga premium saat ini menurutnya masih jauh di bawah kemampuan konsumen dalam negeri.

Upaya pengurangan subsidi menurutnya belum siap dilakukan saat ini. Bila pemerintan menetapkan harga BBM internasional, masyarakat akan terpuruh. “Kalau mengenakan harga internasional sekarang, konsumen akan sakit sekali. Bisa mandek perekonomian. Daya beli masyarakat akan mandek. Industri pun akan kehilangan kesempatan untuk berproduksi, karena produknya tidak laku,” ujarnya.

Bila teknik pembatasan BBM benar-benar dilakukan, Suwidjana melihat akan terjadi kenaikan harga harga yang memicu melambungnya inflasi. “Akhirnya akan kembali pada kotak pertama, kemelaratan. Ada barangjnya tapi gak terjangkau oleh masyarakat. Pabrik tidak bisa produksi. Subsidi memang tidak baik, tapi saat ini lebih dibandingkan tidak,” tambahnya.

Pengurangan subsidi menrutnya paling tepat dilakukan bila perekonomian nasional benar-benar terjamin. Indikatornya berupa peningkatan produktivitas SDM, peningkatan pendidikan, serta kemampuan masyarakat yang menciptakan lapangan kerja sendiri.

Sementara itu, PT. Pertamina Cabang Pemasaran Denpasar hingga kemarin belum mendapat petunjuk pelaksana (juklak) untuk implementasi pembatasan BBM di Bali. Menurut Wira Penjualan Retail Rayon IX Pertamina Denpasar Putut Andrianto, pihaknya belum tahu persis bagaimana penerapan pembatasan BBM tersebut nantinya. “Kita belum tahu persis nanti teknisnya seperti apa,” ujarnya.

Selama ini, konsumsi BBM di Bali mencapai rata-rata 2.200 kilo liter per hari, terdiri dari 1.700 kilo liter premium dan 500 kilo liter solar. Secara keseluruhan, konsumsi BBM di Bali selama 2007 mencapai 477.595 kilo liter premium dan 148.050 kilo liter solar. Jumlah tersebut naik 3 % dibandingkan tahun 2006. Sementara jumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) seluruh Bali mencapai 130 unit. “Pembatasan BBM akan diterapkan di seluruh SPBU yang ada di Bali,” ujarnya. [ni komang erviani]

Tidak ada komentar: