Google
 

Sabtu, 22 Desember 2007

Sayang Ibu Lewat Bahasa Bunga

DENPASAR (SINDO) – Suasana di sentra penjualan bunga potong kawasan Jl. Letjen Sutoyo Denpasar Sabtu (22/12) kemarin terasa berbeda. Sejak pagi, belasan outlet bunga potong sudah dipadati pengunjung yang sebagian besar berseragam sekolah. Kebetulan, sejumlah sekolah di Denpasar kemarin memulangkan siswanya lebih cepat setelah pembagian hasil ujian semester. Selain anak sekolah, tidak sedikit pula karyawan kantoran, pasangan suami istri, hingga bapak-bapak paruh baya yang menyerbu pedagang bunga potong.

Dua sahabat Ni Wayan Wida Primadewi (16 tahun) dan Nimas Febri Dionita (15 tahun), ikut berdesakan diantara belasan pelanggan dan ratusan potong bunga di salah satu outlet. Kedua siswi SMA Negeri 3 Denpasar itu sengaja meluangkan waktu sepulang sekolah untuk membeli bunga potong. Buket kecil berisi setangkai bunga Krisan dan dua tangkai mawar merah dibayar Wida dengan selembar uang sepuluh ribuan. ”Ini untuk ibu. Kan sekarang Hari Ibu,” terang Wida. Beda dengan Wida, Nimas memilih dua tangkai anggrek untuk sang ibu. “Soalnya ibu saya senang anggrek,” Nimas beralasan.

Sudah empat tahun ini, Wida dan Nimas tidak pernah absen memberikan bingkisan bunga kepada ibu mereka, tepat di Hari Ibu. Bagi Wida, memberi bunga ketika Hari Ibu merupakan ungkapan rasa sayang dan terimakasih kepada ibu. “Sudah kebiasaan sih. Cuma sebagai ungkapan terimakasih kepada ibu yang sudah merawat kita,” cerita Wida.

Nyoman Indra Wira Sasmita (12 tahun) pun tak mau kalah. Bersama sang ayah Nyoman Warmita (47 tahun) yang menjemputnya di sekolah, siswa SMP 7 Denpasar itu juga sengaja mampir untuk membeli enam tangkai mawar. “Ini untuk ibu dan nenek. Untuk memperingati Hari Ibu,” ujarnya polos. Menurut Warmita, tradisi memberi bunga kepada istri, ibu, dan mertua perempuannya sudah dilakukan sejak 15 tahun lalu. “Ini sudah tradisi. Anak saya sekarang juga sudah terbiasa dengan kebiasaan ngasih bunga,” ujar bapak dua anak itu.

Jargon “ungkapkan cinta dengan bunga” rupanya masih erat dengan kehidupan masyarakat kita. Bunga sering dijadikan media untuk menyampaikan perasaan cinta dan sayang. Hal itu jelas terlihat ketika momen-momen tertentu, seperti pada Hari Ibu yang jatuh setiap 22 Desember. Para pedagang bunga pun merasakan panen di momen Hari Ibu kemarin. Pemilik Tunjung Florist, Gede Swastika misalnya, mengaku mengalami peningkatan penjualan hingga 25 persen dari kondisi normal. Momen Hari Ibu, menurut Swastika, merupakan salah satu momentum untuk meraup lebih banyak keuntungan.

Pedagang bunga potong rupanya juga memanfaatkan momen Hari Ibu untuk menaikkan harga. Setangkai mawar yang biasanya bisa diperoleh dengan harga berkisar Rp. 1.500 sampai Rp. 2.000 misalnya, tiba-tiba naik menjadi Rp. 3.000. Swastika pun mengakui, satu buket bunga yang biasa dijual seharga Rp. 20 ribu kemarin dijual Rp. 30 ribu. “Harganya naik karena memang sudah naik dari pengepulnya,” Swastika menjelaskan.

Hadirin, pemilik Flamboyan Indah, juga mengakui adanya sedikit peningkatan penjualan di saat Hari Ibu. Namun peningkatannya dirasakan tidak terlalu signifikan. Menurut Hadirin, omset penjualannya masih mendekati kondisi normal, sekitar Rp. 1 juta rupiah per hari. “Kalau Harii Ibu memang agak ramai. Walaupun memang tidak seramai saat Valentine,” terangnya. [ni komang erviani]

Tidak ada komentar: